BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Sejarah Umum Paleontologi Mikro
Paleontologi berasal
dari kata, Paleo yang berarti masa
lampau / kuno dan onthos yang berarti
kehidupan kehidupan. Paleontologi adalah merupakan suatu ilmu yang mempelajari
sisa-sisa makhluk hidup purba, baik dari fosil-fosilnya maupun jejak-jejak
kehidupan yang telah mengalami proses pembatuan. Sedangkan fosil adalah
sisa-sisa dari kehidupan masa lampau ataupun segala sesuatu yang menunjukkan
kehidupan yang telah membatu dan yang paling muda berumur pleistosen. Pada
umumnya fosil ini terjadi pada lingkungan sedimen. Mikropaleontologi merupakan cabang paleontologi yang mempelajari
mikrofosil, ilmu ini mempelajari masalah organisme yang hidup pada masa yang
lampau yang berukuran sangat renik (mikroskopis), yang dalam pengamatannya
harus menggunakan Mikroskop atau biasa disebut micro fossils (fosil mikro). Pembahasan mikropaleontologi ini
sesungguhnya sangat heterogen, berasal baik dari hewan maupun tumbuhan ataupun
bagian dari hewan atau tumbuahan. Pada ilmu Mikropaleontologi ini dikenal
adanya Analisis Biostratigrafi. Dimana biostratigrafi tersebut memiliki
hubungan yang sangat erat dalam penentuan umur relatif dan lingkungan
pengendapan dari suatu Batuan berdasarkan kandungan fosil yang terkandung dalam
Batuan tersebut. Oleh karena itu diadakanlah praktikum Mikropaleontologi dengan
acara Biostratigrafi, praktikum ini dilakukan agar memudahkan mahasiswa dalam
membuat analisa masalah Biostratigrafi.
Mikrofosil, terbagi kepada 4
kategori, yaitu Calcareous, Phospatic,
Siliceous, dan Organic. Jenis calcareous, atau berkalkar, adalah dari jenis
Coccolith, Foraminifera, Ostracod, dan
Calcareous Dinoflagellate. Jenis
Phospatic pula terdiri dari jenis Conodonts, Scolecodonts, Shark Fins And
Teeth, danc Ichtyoliths. Diatoms, Radiolaria, sebahagian Scolecodonts, Spicules, dan Silicoflagellate
tergolong dalam kategori mikrofosil Siliceous.
Kategori Organic, terbahagi kepada
dua jenis, yaitu, Pollens, dan Spores.
Fosil dalam Paleontologi
terbagi menjadi 2 jenis yaitu : Fosil Makro / besar (Macrofossil), yaitu fosil
yang dapat dilihat dengan mata biasa (megaskopis), dan Fosil Mikro / kecil (Microfossil), yaitu fosil yang hanya
dapat dilihat dengan bantuan alat mikroskop.
Secara garis besar,
Paleontologi di bagi menjadi 2, yaitu :
1.
Paleobotani
Paleobotani (dari bahasa Yunani paleon berarti
tua dan botany yang berarti ilmu
tentang tumbuhan) adalah cabang dari paleontologi yang khusus
mempelajari fosil tumbuhan. Kajian Paleobotani meliputi aspek fosil tumbuhan,
rekonstruksi taksa, dan sejarah evolusi dunia tumbuhan.Tujuan mempelajari Paleobotani adalah:
a. Untuk
rekonstruksi sejarah dunia tumbuhan. Hal ini dapat dilakukan karena fosil
tumbuhan dari suatu kolom geologis tertentu berbeda dengan yang terdapat pada
kolom geologis lainnya. Dengan demikian dapat diketahui jenis tumbuhan yang ada
dari waktu ke waktu, atau dengan kata lain dapat diketahui sejarahnya,
khususnya mengenai kapan kelompok tumbuhan tersebut mulai muncul di muka bumi,
kapan perkembangan maksimalnya, dan kapan kelompok tumbuhan tersebut punah.
b. Untuk
keperluan analisa pola dan suksesi vegetasi dari waktu ke waktu.
c. Untuk
analisa endapan dari masa karbon ( khususnya yang mengandung sisa tumbuhan
), yang berpotensi dalam presiksi sifat- sifat batubara. Dengan demikian dapat
diketahui macam batubara serta dari tumbuhan apa batubara tersebut berasal.
d. Untuk dapat
melakukan dedukasi mengenai aspek-aspek perubahan iklim. Dengan cara ini maka
dimungkinkan untuk merekonstruksi lingkungan masa lampau beserta
perubahan-perubahan yang terjadi, dan juga untuk mempelajari hubungan antara
tumbuhan dengan hewan yang menghuni lingkungan tersebut. Salah satu perubahan
iklim yang seringkali dapat diungkap dengan pendekatan ini adalah perubahan
ternperatur rata-rata.
2.
Paleozoologi
Paleozoologi
adalah ilmu yang mempelajari sisa-sisa organisma purba yang berasal dari
binatang. Paleozoologi atau palaeozoology
(bahasa Yunani: παλαιον, paleon = tua dan ζωον, zoon = hewan)
adalah adalah cabang dari paleontologi atau paleobiologi, yang bertujuan untuk
menemukan dan mengindentifikasi fosil hewan bersel banyak dari sistem geologi
atau arkeologi, untuk menggunakan fosil tersebut dalam rekonstruksi lingkungan
dan ekologi prasejarah.Jadi tujuan dari
mempelajari paleozoology adalah :
a. Rekonstruksi
sejarah kehidupan pada masa lampau baik di bidang hewan dan perkembangan
manusia. Proses rekonstruksi kehidupan dilakukan melalui rekonstruksi fosil
karena fosil ditemukan dalam lapisan / strata geologis yang berlainan sehingga
dapat diketahui perkiraan waktu munculnya dan kehidupan makhluk yang telah
memfosil tersebut.
b. Analisa pola
dan suksesi suatu vegetasi dari waktu ke waktu. Kehidupan pada masa purba di
mana kondisi bumi masih belum stabil sangat memungkinkan terjadinya perubahan
kondisi lingkungan yang ekstrim sehingga mempengaruhi kehidupan spesies dan
vegetasi tanaman.
c. Analisa
mengenai aspek – aspek perubahan iklim yang terjadi. Cara ini bermanfaat untuk
merekonstruksi dampak perubahan iklim pada lingkungan, mempelajari bagaimana
hubungan antara hewan dan tumbuhan yang hidup pada lingkungan tersebut.
d. Analisa
kehidupan biokultural manusia sejak manusia muncul di bumi, proses evolusinya
melalui masa dan wilayah distribusinya seluas dan selama mungkin.
e. Analisa
proses adaptif yang dilakukan makhluk hidup terhadap perubahan kondisi lingkungan,
makhluk yang mampu beradapatasi akan terus bertahan walaupun peiode waktu
geologis terus berjalan sedangkan yang tidak mampu beradaptasi akan punah.
Proses adaptasi membuka zona adaptif yang baru yaitu suatu kumpulan kondisi
hidup dan sumber daya baru yang memberikan banyak kesempatan yang sebelumnya
tidak dimanfaatkan.
Baik paleobotani maupun
paleozoologi sama-sama mempelajari objek-objek yang mempunyai bermacam-macam
bentuk dan ukuran. Mulai dari fhylum, lingkungan pengendapan sampai dengan
menentukan umur dari suatu fosil tersebut. Berdasarkan ukuran objeknya maka
paleontologi dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu : Makropaleontologi adalah
cabang dari ilmu paleontologi (paleobotani atau paleozoologi) yang mempelajari
objek-objek dengan ukuran yang relatif besar dan tidak memerlukan alat bantu (mikroskop)
untuk mempelajari. Mikropaleontologi adalah cabang dari ilmu pada ilmu
paleontologi yang khusus mempelajari sermua sisa-sisa yang berukuran kecil
sehingga pada pelaksanaannya harus menggunakan alat bantu mikroskop.
Ilmu
paleontologi mikro mulai berkembang Sejak awal abad 20 ditandai dengan:
·
1911 : Prof. J.A. Udden dari Augustana College, mempergunakan mikro
stratigrafi dan mikrofosil untuk menentukan umur lapisan dan
melakukan korelasi umur-umur pemboran air.
stratigrafi dan mikrofosil untuk menentukan umur lapisan dan
melakukan korelasi umur-umur pemboran air.
·
1916 : Awal dari
pengajaran mikropaleontologi sebagai bidang spesialisasi
khusus pada universitas-universitas di Amerika.
khusus pada universitas-universitas di Amerika.
·
1919 : Pembentukan
laboratorium mikropaleontologi pertama di Humble
dan Rio Bravo Oil Co.
·
1923 : Didirikan
oleh J.A. Cushman(1881-1949) Laboratory forforaminiferal research di
Massachussetts, USA, yang pada dekade-dekade selanjutnya berkembang menjadi
pusat penelitian mikro paleontologi.
·
1925 : Awal
terbitnya publikasi periodik yang membahas tentang mikrofosil.
Sejak 1945, didorong oleh kebutuhan akan minyak bumi, perkembangan mikropaleontologi semakin cepat, dan hingga sekarang mikropaleontologi merupakan ilmu pengetahuan yang praktis diajarkan hampir di seluruh dunia.
Sejak 1945, didorong oleh kebutuhan akan minyak bumi, perkembangan mikropaleontologi semakin cepat, dan hingga sekarang mikropaleontologi merupakan ilmu pengetahuan yang praktis diajarkan hampir di seluruh dunia.
1.2.
Tinjauan Umum
Mikropaleontologi merupakan cabang ilmu
paleontologi yang khusus mempelajari atau membahas tentang semua sisa-sisa
organisme yang biasa disebut mikrofosil, dan yang dibahas antara lain adalah
mikrofosil klasifikasinya, morfologi, ekologi dan mengenai kepentingannya
terhadap stratigrafi.
Gambar 1.1. Contoh fosil mikro(Benthic
Foram)
Setiap
fosil (biasanya kecil) untuk mempelajari sifat-sifat dan strukturnya dilakukan
dibawah mikroskop. Umumnya fosil ukurannya lebih dari 5 mm namun
ada yang berukuran sampai 19 mm seperti genus fusulina yang memiliki
cangkang-cangkang yang dimiliki organisme, embrio dari fosil-fosil makro serta
bagian tubuh dari fosil makro yang dimana untuk mengamatinya menggunakan
mikroskop serta sayatn tipis dari fosil fosil, sifat fosil mikro dari golongan
foraminifera kenyataannya foraminifera mempunyai fungsi/berguna untuk
mempelajarinya (Jones, 1936).
Gambar 1.2. Skala waktu geologi
Dari cara hidupnya fosil mikro
dibagi menjadi 2 (dua) :
1. Pellagic
(mengambang)
a. Nektonik (bergerak dilaut)
b. Lanktonik (bergerak pasif)
mengikuti keadaan sekitarnya
2. Benthonic
(pada dasar laut)
a. secile (mikrofosil yang menambat / menempel)
b. Vagile (merayap pada dasar laut)
Dari dua bagian itu digunakan pada ilmu
perminyakan dimana dari kedua fosil itu identik dengan hdrokarbon yang terdapat
pada trap (jebakan). Dalam geologi struktur dimana dapat digunakan untuk
mengidentifikasi adanya sesar, kekar serta lipatan.
Beberapa manfaat fosil antara lain sebagai berikut
:
1. Dalam korelasi :
Untuk
membantu korelasi penampang satu daerah dengan daerah lain baik dibawah
permukaan maupun permukaan
2. Menetukan umur :
Misalnya
umur suatu lensa batupasir yang terletak didalam lapisan serpih yang tebal
dapat ditentukan dengan mikrofosil dengan batuan yang melingkupi.
3. Membantu studi mengenai spesies.
4. Dapat memberikan keterangan-keterangan paleontologi yang penting dalam
menyusun suatu standart section suatu daerah.
5. Membantu menentukan hubungan batas-batas suatu transgresi / regresi
serta tebal atau tipis lapisan berdasarkan kegunaannya dikenal beberapa
istilah, yaitu :
1. Fosil index
Yaitu fosil
yang digunakan sebagai penunjuk umur relatif. Umumnya fosil ini mempunyai penyebaran
vertikal pendek dan penyebaran lateral luas, serta mudah dikenal.
Contoh : Globorotalina
Tumida sebagai penciri N18 atau miocene
akhir.
2. Fosil bathymetry / Fosil kedalaman
Yaitu fosil
yang dipergunakan untuk menentukan lingkungan kedalaman pengendapan. Umumnya
yang dipakai adalah benthos yang hidup didasar.
Contohnya : Elphidium
spp sebagai penciri lingkungan transisi
3. Fosil Horizon/fosil lapisan/fosil
diagnostic
Yaitu fosil
yang mencirikan suatu kekhasan yang terdapat pada lapisan yang bersangkutan.
Contoh : Globorotalia
tumida sebagai penciri N18 atau Miocene
akhir
4. Fosil lingkungan
Yaitu fosil yang dapat ditunjukan
sebagi penunjuk lingkungan sedimentasi.
Contoh : Radiolaria sebagai
penciri laut dalam.
5. Fosil iklim
Yaitu fosil yang dapat deperfunakan sebagai
penunjuk iklim pada saat itu.
Contoh : Globigerina
pachyderma sebagai penciri dari ikoim yang dingin.
1.3.
Persiapan Penelitian Mikrofosil
1.3.1.
Sampling
Ø Pengambilan
sampel
Pengambilan sampel
batuan di lapangan hendaknya dengan memperhatikan tujuan yang akan dicapai.
Untuk mendapatkan sampel yang baik diperhatikan interval jarak tertentu
terutama untuk menyusun biostratigrafi.
Kriteria-kriteria
pengambilan sampel:
a.
Memilih sampel batuan insitu dan bukan
berasal dari talus, karena dikhawatirkan fosilnya sudah rusak atau tidak
insitu.
b.
Batuan yang berukuran butir halus lebih
memungkinkan mengandung fosil, karena batuan yang berbutir kasal tidak dapat
mengawetkan fosil. Batuan yang dapat mengawetkan fosil antara lain lempung (clay), serpih (shale), napal (marl),
tufa napalan (marly tuff), batu
gamping bioklastik, batu gamping dengan campuran batu pasir sangat halus.
c.
Batuan yang lunak akan memudahkan dalam
proses pemisahan fosil.
d.
Jika endapan turbidit diambil pada
endapan berbutir halus, yang diperkirakan merupakan endapan suspense yang juga
mencerminkan kondisi normal.
Ø Penguraian/pencucian
Langkah-langkah
proses pencucian batuan adalah sebagi berikut :
a.
Batuan sedimen ditumbuk dengan palu
karet atau palu kayu hingga berukuran dengan diameter 3-6 mm.
b.
Larutkan dalam larutan H2O2
(hydrogen peroksida) 50% diaduk dan dipanaskan.
c.
Diamkan sampai butiran batuan tersebut
terlepas semua (24 jam) jika fosil masih nampak kotor dapat dilakukan dengan
perendaman menggunakan air sabun, lalu dibilas dengan air sampai bersih.
d.
Keringkan dengan terik matahari dan
fosil siap untuk diayak.
Ø Pemisahan
fosil
Cara memisahkan fosil-fosil dari kotoran adalah
dengan menggunakan jarum dari cawan tempat contoh batuan, untuk memudahkan
dalam pengambilan fosilnya perlu
disediakan air (jarum dicelupkan ke air terlebih dahulu sebelum pengambilan)
1.3.2. Kualitas Sampel
Pengambilan
suatu contoh batuan untuk analisis mikro paleontologi harus memenuhi kriteria
berikut ini :
-
Bersih : Sebelum merngambil contoh batuan yang
dimaksud, kita harus membersihkannya dari lapisan-lapisan pengotor yang
menyelimutinya. Bersihkan dengan pisau kecil dari pelapukan ataupun akar
tumbuh-tumbuhan, juga dari polen dan serbuk sari tumbuh-tumbuhan yang hidup
sekarang,. Khusus untuk sampel pada analisa palynologi,
sampel tersebut harus terlindung dari udara terbuka karena dalam udara banyak
mengadung polen dan serbuk sari yang dapat menempel pada batuan tersebut. Suatu
cara yang cukup baik, bisa dilkukan dengan memasukkan sampel yang sudah
dibersihkan tersebut kedalam lubang metal atau fiberglas yang bersih dan bebas
karat. Atau dapat juga kita mengambil contoh batuan yang agak besar, baru
kemudian sesaat akan dilakukan preparasi kita bersihkan dan diambil bagian
dalam/inti dari contoh batuan tersebut.
-
Reprensentatif dan komplit : Harus dipisahkan dengan
jelas antara contoh batuan yang mewakili suatu sisipan ataupun suatu lapisan
batuan. Untuk studi yang lengkap, ambil sekitar 200 – 500 gram batuan sedimen
yang sudah dibersihkan. Untuk batuan yang diduga sedikit mengandung mikrofosil,
berat contohnya lebih baik dilebihkan. Sebaliknya pada analisa nanno plankton
hanya dibutuhkan beberapa gram saja untuk setiap sampelnya.
-
Pasti : Apabila sampel tersebut terkemas dengan baik
dalam suatu kemasan kedap air (plastik) yang diatasnya tertulis dengan tinta
tahan air, segala keterangan penting tentang sampel tersebut seperti nomor
sampel, lokasi (kedalaman), jenis batuan, waktu pengambilan dan sebagainya maka
hasil analisa sampel tersebut akan pasti manfaatnya.
1.3.3. Jenis-jenis Sampel
Secara
garis besar, jenis sampel apat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
Sampel permukaan (surface sample) Adalah sample yang diambil pada permukaan tanah. Lokasi dan posisi stratigrafinya dapat diplot dalam peta.Sampel bawah permukaan (sub surface sample), Sampel bawah permukaan adalah sampel yang diambil dari suatu pengeboran. Dari cara pengambilannya, sampel bawah permukaan ini dapat dipisahkan menjadi 4 bagian, yaitu :
Sampel permukaan (surface sample) Adalah sample yang diambil pada permukaan tanah. Lokasi dan posisi stratigrafinya dapat diplot dalam peta.Sampel bawah permukaan (sub surface sample), Sampel bawah permukaan adalah sampel yang diambil dari suatu pengeboran. Dari cara pengambilannya, sampel bawah permukaan ini dapat dipisahkan menjadi 4 bagian, yaitu :
1.
Inti bor (core);
seluruh bagian lapisan pada kedalaman
tertentu diambil secara utuh.
2.
Sampel hancuran (ditch-cutting);
lapisan pada kedalaman tertentu dihancurkan dan dipompa ke luar dan kemudian
ditampung.
3.
Sampel sisi bor (side-wall
core); diambil dari sisi-sisi dinding bor dari lapisan pada kedalaman tertentu.
4.
Setiap pada
kedalaman tertentu pengambilan sampel harus dicatat dengan cermat dan
kemungkinan adanya fosil-fosil runtuhan (caving).
1.3.4. Preparasi Fosil
Preparasi
adalah suatu proses untuk mengubah contoh batuan yang telah dipilih pada saat
sampling menjadi bahan yang siap untuk dianalisis dengan menggunakan. Proses
ini pada umumnya bertujuan untuk memisahkan mikrofosil yang terdapat dalam
batuan dari material-material lempung (matrik) yang menyelimutinya.
Untuk setiap jenis mikrofosil, mempunyai teknik preparasi tersendiri. Polusi, terkontaminasi dan kesalahan dalam prosedur maupun kekeliruan pada pemberian label, harus tetap menjadi perhatian agar mendapatkan hasil optimum.
Beberapa contoh teknik preparasi untuk foraminifera & ostracoda, nanno plankton dan pollen dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
Untuk setiap jenis mikrofosil, mempunyai teknik preparasi tersendiri. Polusi, terkontaminasi dan kesalahan dalam prosedur maupun kekeliruan pada pemberian label, harus tetap menjadi perhatian agar mendapatkan hasil optimum.
Beberapa contoh teknik preparasi untuk foraminifera & ostracoda, nanno plankton dan pollen dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
v Foraminifera kecil & Ostracoda
Untuk mengambil
foraminifra kecil dan Ostracoda, maka perlu dilakukan preparasi dengan metoda
residu. Metoda ini biasanya dipergunakan pada batuan sedimen klastik
halus-sedang, seperti lempung, serpih, lanau, batupasir gampingan dan
sebagainya.
Caranya
adalah sebagai berikut, yaitu :
1.
Ambil ± 100 – 300 gram sedimen kering.
2. Apabila
sedimen tersebut keras – agak keras, maka harus dipecah secara perlahan dengan
menumbuknya mempergunakan lalu besi/porselen.
3. Setelah agak
halus, maka sedimen tersebut dimasukkan ke dalam mangkok dan dilarutkan dengan NaOH
dan H2O2 (10 – 15%) secukupnya untulk memisahkan
mikrofosil dalam batuan tersebut dari matriks (lempung) yang melingkupinya.
4. Biarkan selama 5 menit.
5. Setelah bereaksi, kemudian
seluruh residu tersebut dicuci dengan air yang hingga semen terlepas.
6. Residu yang tertinggal diambil dan kemudian
dikeringkan selama 1 minggu dan dikeringkan.
7. Setelah
kering, residu tersebut dikemas dalam plastik residu dan diberi label sesuai
dengan nomor sampel yang dipreparasi.
8. Sampel
siap dideterminasi.
v Foraminifera besar
Biasanya
foraminifera besar terdapat pada batugamping atau batugamping pasiran yang
mempunyai kekerasan tinggi. Dengan demikian untuk menganalisanya dilakukan
dengan mempergunakan sayatan tipis. Prosedurnya adalah sebagai berikut:
1. Contoh
batuan yang akan dianalisis disayat terlebih dahulu dengan mesin penyayat atau gurinda.
Arah sayatan diusahakan memotong struktur tubuh foraminifera besar yang ada
didalamnya.
2. Setelah
mendapatkan arah sayatan yang dimaksud, contoh tersebut ditipiskan pada kedua
sisinya.
3. Poleskan
salah satu sisi contoh tersebut dengan mempergunakan bahan abrasif (karbondum)
dan air.
4. Setelah itu,
tempel sisi tersebut pada objektif gelas (ukuran internasional 43 x 30 mm)
dengan mempergunakan Kanada Balsam.
5. Tipiskan
kembali sisi lainnya hingga contoh tersebut menjadi transparan dan biasanya
ketebalan sekitar 30-50 μm.
6. Setelah
ketebalan yang dimaksud tercapai, teteskan Kanada Balsam secukupnya dan
kemudian ditutup dengan “cover glass”.
Beri label.
7. Sampel siap
dideterminasi.
Catatan :
sayatan yang terlalu tebal akan memberikan gambaran yang kurang detil atau
bureng).
v Nanno plankton
Nanno plankton
adalah sampel diambil kemudian direndam setelah lumpurnya mengendap, larutan
diambil satu tetes saja yang kemudian disimpan di dalam kaca.
1.3.5. Penyajian Mikrofosil
Penyajian
Mikrofosil (alat yang digunakan) dalam penyajian mikrofosil ada beberapa tahap
yang harus dilakukan, yaitu:
1. Observasi
Observasi adalah pengamatan
morfologi rincian mikrofosil dengan mempergunakan miroskop. Setelah sampel
batuan selesai direparasi, hasilnya yang berupa residu ataupun berbentuk
sayatan pada gelas objek diamati di bawah mikroskop. Mikroskop yang
dipergunakan terrgantung pada jenis preparasi dan analisis yang dilakukan.
Secara umum terdapat tiga jenis mikroskop yang dipergunakan, yaitu mikroskop
binokuler, mikroskop polarisasi dan microskop scanning-elektron (SEM).
2. Determinasi
Determinasi
merupakan tahap akhir dari pekerjaan mikropaleontologis di laboratorium, tetapi
juga merupakan tahap awal dari pekerjaan penting selanjutnya, yaitu sintesis.
Tujuan determinasi adalah menentukan nama genus dan spesies mikrofosil yang
diamati, dengan mengobservasi semua sifat fisik dan kenampakan optik mikrofosil
tersebut.
1.3.6. Deskripsian
Berdasarkan
observasi yang dilakukan pada mikrofosil, baik sifat fisik maupun kenampakan
optiknya dapat direkam dalam suatu deskripsi terinci yang bila perlu dilengkapi
dengan gambar ilustrasi ataupun fotografi. Deskripsi sangat penting karena
merupakan dasar untuk mengambil keputusan tentang penamaan mikrofosil yang
bersangkutan.
1.3.7. Ilustrasi
Sementara
itu, gambar dan ilustrasi yang baik harus dapat menjelaskan berbagai sifat khas
tertentu dari mikrofosil itu. Juga, setiap gambar ilustrasi harus selalu
dilengkapi dengan skala ataupun ukuran perbesarannya.
1.3.8. Penamaan
Seorang
sarjana Swedia Carl Von Line (1707-1778)
yang kemudian melatinkan namanya menjadi Carl
Von Linnaeus membuat suatu hukum yang dikenal dengan LAW OF PRIORITY, 1958
yang pada pokoknya menyebutkan bahwa nama yang telah dipergunakan pada suatu
individu tidak dipergunakan untuk individu yang lain.
Nama kehidupan pada tingkat genus
terdiri dari satu kata sedangkan tingkat spesies terdiri dari dua kata, tingkat
subspesies terdiri dari tiga kata. Nama-nama kehidupan selalu diikuti oleh nama
orang yang menemukannya. Contoh penamaan fosil sebagai berikut:
v Globorotalia menardi
exilis
( Blow ), 1998
Arti dari penamaan
adalah fosil hingga subspesies diketemukan oleh BLOW pada tahun 1969.
v Globorotalia
ruber elogatus (D Orbigny), 1826
Arti dari n. sp adalah spesies baru.
v Pleurotoma
carinata GRAY,
Var Woodwardi MARTIN
Arti dari penamaan
adalah GRAY memberikan nama spesies
sedangkan MARTIN memberikan nama
varietas.
v Globorotalia
acostaensis pseudopima
n sbsp BLOW, 1969
Arti
dari n.sbsp adalah subspesies.
v Dentalium (s.str) ruteni MARTIN
Arti
dari penamaan adalah fosil tersebut sinonim dengan dentalium rutteni yang diketemukan MARTIN.
v Globorotalia of
tumda
Arti
dari penamaan ini adalah penemu tidak yakin apakah bentuk tersebut betul Globorotalia tumida tetapi dapat
dibandingkan dengan spesies ini.
v Spaeroidinella
aff dehiscens
Arti
dari penamaan tersebut adalah fosil ini berdekatan (berfamily) dengan sphaeroidinella dehiscens. (aff = affiliation).
v Ammobaculites spp
Artinya
mempunyai bermacam-macam spesies
v Recurvoides sp
Artinya
spesies (nama spesies belum dijelaskan)
1.4.
Maksud & Tujuan
1.4.1. Maksud
Maksud
dari praktikum paleontologi mikro ini untuk melatih mahasiswa agar lebih
mendalami materi yang telah disampaikan dalam perkuliahan. Selain itu dari
dilaksanakannya praktikum ini mahasiswa akan terlatih dalam menganalisa fosil
dan juga untuk melatih mahasiswa dalam bekerjasama dengan anggota kelompoknya.
Secara umum maksud pembuatan laporan
ini adalah untuk menjelaskan apa itu Paleontologi, disertai dengan deskripsi
fosil menurut struktur dan tekstur batuan tersebut berdasarkan jenis fosil.
Selain
itu untuk memberikan pengetahuan bagi kita khususnya sebagai mahasiswa teknik
geologi tentang berbagai jenis fosil di muka bumi ini, berdasarkan ilmu
paleontologi tersebut, serta struktur dan tekstur yang dimiliki oleh fosil
tersebut, sehingga kita dengan mudah dapat mengenali jenis fosil di lapangan
nantinya.
1.4.2. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum paleontologi mikro ini
adalah sebagai berikut ;
ü Mendeterminasi suatu fosil berdasarkan
sifat fisik dan komponen penyusunnya.
ü Menentukan
jenis serta nama fosil berdasarkan sifat fisik dan komponen penyusunnya
1.5.
Pengertian Mikropaleontologi
Paleontologi berasal
dari kata paleo yang artinya masa lampau, onto yang artinya
kehidupan dan logos yang artinya adalah ilmu. Jadi secara umum paleontologi
berarti ilmu yang mempelajari tentang masa lampau. Paleontologi adalah
mempelajari fosil makhluk untuk mempelajari jejak kehidupan dan segala sesuatu
tentang zaman purba.Paleontologi dapat diartikan ilmu mengenai fosil sebab
jejak kehidupan zaman purba terekam dalam fosil. Sebagai satu cabang ilmu yang
memiliki ruang lingkup kajian yang sangat luas, paleontologi tidak dapat
berdiri sendiri dan memiliki kaitan yang sangat erat dengan cabang keilmuan
yang lain antara lain adalah :
1.
Zoologi dengan berbagai cabang keilmuannya seperti mammalogi
dan primatologi membantu dalam menganalisis fosil hewan yang ditemukan,sangat
berkaitan dengan paleozoologi.
2.
Morfologi dibutuhkan sejak proses preparasi / perbaikan fosil
yang ditemukan dan rekonstruksi fosil sampai ke tingkat individu.
3. Fisiologi dan Biokimia, ilmu ini
penting untuk analisa nutrisi yang dimanfaatkan oleh manusia dan makhluk hidup
zaman purba (paleonutrisi), proses
dan siklus reproduksi,jarak imunologis serta identifikasi biokimiawi.
4.
Arkeologimerupakan ilmu yang mempelajari kebudayaan ( manusia )
pada masa lampau melalui kajian sistematis atas data bendawi yang ditemukan.
Peninggalan arkeologis ini sering disebut artefak yaitu alat yang dipakai
manusia untuk mengeksploitasi lingkungan. Ilmu ini sangat berkaitan dengan
paleontologi karena bermanfaat untuk mempelajari kebudayaan dan mengenali alat
yang dipakai oleh manusia purba.
5.
Geologi, ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang lapisan
pembentuk bumi, proses pembentukannya yang menjadi acuan penentuan umur relatif
suatu fosil atau artefak peninggalan manusia purba. Penentuan umur relatif
berdasar skala waktu geologis dengan urutan sejarah yang konsisten dan terdiri
dari empat zaman yaitu Prakambrium, Paleozoikum, Mesozoikum dan Senozoikum.
6.
Radiologi, ilmu ini
berguna dalam metode penentuan umur radiometrik yang dipakai untuk menentukan
umur batuan dan fosil dalam skala waktu absolut / sebenarnya. Metode ini
berdasarkan kandungan isotop suatu unsur dalam fosil yang terkumpul saat
organisme masih hidup.
Fosil adalah sisa
kehidupan purba yang terawetkan secara alamiah dan terekam pada bahan-bahan
dari kerak bumi.sisa kehidupan tersebut dapat berupa cangkang binatang,jejak
atau cetakan yang mengalami pembentukan atau penggantian oleh mineral. Catatan
fosil ( fossil record ) adalah
susunan teratur di mana fosil mengendap dalam lapisan / strata,pada batuan sedimen yang menandai
berlalunya waktu geologis.Semakin atas letak strata tempat fosil
ditemukan,semakin muda usia fosil tersebut. Fosil dapat digunakan sebagai fosil
indeks sebagai penunjuk suatu zaman, masa ataupum kala. Fosil Pelecypodadapat
juga dijadikan penentuan lingkungan pengendapannya.Selain itu dengan
mempelajari fosil, kita juga dapat mengetahui kesamaan lapisan struktur batuan
di suatu daerah, menentukan umur relatif dari lapisan tersebut dan masih
banyak lagi manfaatnya.
1.6.
Cara Hidup Mikrofosil
Cara
hidup mikrofosil dapat dibedakan dalam dua golongan besar, yaitu sebagai
berikut :
1.
Pellagic.
Pellagic yaitu cara
hidup organisme dengan mengambangkan diri atau mengapung. Cara pellagic ini
meliputi:
a. Nektonik,
yaitu organisme yang hidupnya mengambang sehingga dapat
bergerak
bebas atau bergerak secara aktif.
b. Planktonik,
yaitu organisme yang hidupnya mengambangkan diri dan bergerak bergantung pada
arah arus atau bergerak secara pasif.
2. Benthonik.
Benthonik merupakan cara hidup organisme
yang berada pada dasar laut.
Berdasarkan cara hidupnya maka benthonik dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
Berdasarkan cara hidupnya maka benthonik dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Sessile yaitu organisme yang hidupnya di
dasar laut dengan cara menambatkan diri terhadap benda-benda disekitarnya.
b.
Vagille yaitu
organisme yang hidupnya di dasar laut dengan cara merayap.
1.7.
Kegunaan Mikrofosil Dalam Ilmu Geologi Serta Dunia Industri
Mikrofosil sering
dipakai untuk memecahkan masalah geologi terutama bagi perusahan – perusahan
minyak walaupun akhir – akhir ini peranannya sedikit tergeser oleh teknologi
yang lebih maju yaitu dengan ditemukannya fosil nannoplankton yang ukurannya
fantastik kecil ( 3 – 40 mikron ). Karena itu dalam pengamatan diperlukan mikroskop
dengan perbesaran minimum 5000 kali bahkan sampai 20000 kali.
Kegunaan Mikrofosil
Dalam Ilmu Geologi Serta Dunia Industri antara lain adalah Untuk
penentuan umur batuan yang mengandung fosil foraminifera tersebut,
Membantu
dalam studi lingkungan pengendapan atau fasies, Korelasi stratigrafi dari suatu
daerah dengan daerah lain, baik korelasi permukaan atau korelasi bawah permukaan,
Membantu menentukan batas – batas suatu transgresi dan regresi, misalnya dengan
menggunakan foraminifera benthos Rotalia
beccarii ( fosil penciri daerah transgresi ), Gyroidina soldanii ( fosil penciri bathial atas) dan lain – lain,
dan Bahan penyusun Biostratigrafi.
Selain dapat menentukan daerah
prospek minyak, mikrofosil juga digunakan dalam menentukan kondisi geologi suatu
daerah serta dapat menentukan umur batuan. Dan dengan ilmu ini kita juga dapat
menentukan sejarah geologi, menentukan umur dari pada batuan dan lingkungan
pengendapannya. Mirofosil juga dapat dipakai sebagai
penentu lingkungan pengendapan karena golongan ini hidupnya sangat peka
terhadap lingkungan, sehingga hanya hidup pada lingkungan dan kedalaman
tertentu. Selain itu karena benthonik hidup di dasar laut baik menambat ataupun
merayap. Berdasarkan hal tersebut diatas maka beberapa ahli mengelompokkan suatu
komuniti yang hidup sesuai dengan lingkungan hidupnya jika dihubungkan dengan
faktor kedalaman yang dikenal dengan nama zona bathymetri. Penelitian tentang
fosil foraminifera mempunyai beberapa penerapan yang terus berkembang sejalan
dengan perkembangan mikropaleontologi dan geologi. Fosil foraminifera
bermanfaat dalam biostratigrafi, paleoekologi, paleobiogeografi, dan eksplorasi
minyak dan gas bumi.
a.
Biostratigrafi
Foraminifera
memberikan data umur relatif batuan sedimen laut. Ada beberapa alasan bahwa
fosil foraminifera adalah mikrofosil yang sangat berharga khususnya untuk
menentukan umur relatif lapisan-lapisan batuan sedimen laut. Data penelitian
menunjukkan foraminifera ada di bumi sejak jaman Kambrium, lebih dari 500 juta
tahun yang lalu. Foraminifera mengalami perkembangan secara terus-menerus,
dengan demikian spesies yang berbeda diketemukan pada waktu (umur) yang
berbeda-beda. Foraminifera mempunyai populasi yang melimpah dan penyebaran
horizontal yang luas, sehingga diketemukan di semua lingkungan laut. Alasan
terakhir, karena ukuran fosil foraminifera yang kecil dan pengumpulan atau cara
mendapatkannya relatif mudah meskipun dari sumur minyak yang dalam.
b.
Paleoekologi dan Paleobiogeografi
Foraminifera
memberikan data tentang lingkungan masa lampau (skala Geologi). Karena spesies
foraminifera yang berbeda diketemukan di lingkungan yang berbeda pula, seorang
ahli paleontologi dapat menggunakan fosil foraminifera untuk menentukan
lingkungan masa lampau tempat foraminifera tersebut hidup. Data foraminifera
telah dimanfaatkan untuk memetakan posisi daerah tropik di masa lampau,
menentukan letak garis pantai masa lampau, dan perubahan perubahan suhu global
yang terjadi selama jaman es. Sebuah percontohan kumpulan fosil foraminifera
mengandung banyak spesies yang masih hidup sampai sekarang, maka pola
penyebaran modern dari spesies-spesies tersebut dapat digunakan untuk menduga
lingkungan masa lampau - di tempat kumpulan fosil foraminifera diperoleh -
ketika fosil foraminifera tersebut masih hidup. Jika sebuah perconto mengandung
kumpulan fosil foraminifera yang semuanya atau sebagian besar sudah punah,
masih ada beberapa petunjuk yang dapat digunakan untuk menduga lingkungan masa
lampau. Petunjuk tersebut adalah keragaman spesies, jumlah relatif dari spesies
plangtonik dan bentonik (prosentase foraminifera plangtonik dari total kumpulan
foraminifera plangtonik dan bentonik), rasio dari tipe-tipe cangkang (rasio
Rotaliidae, Miliolidae, dan Textulariidae), dan aspek kimia material penyusun
cangkang. Aspek kimia cangkang fosil foraminifera sangat bermanfaat karena
mencerminkan sifat kimia perairan tempat foraminifera ketika tumbuh. Sebagai
contoh, perban-dingan isotop oksigen stabil tergantung dari suhu air. Sebab air
bersuhu lebih tinggi cenderung untuk menguapkan lebih banyak isotop yang lebih
ringan. Pengukuran isotop oksigen stabil pada cangkang foraminifera plangtonik
dan bentonik yang berasal dari ratusan batuan teras inti dasar laut di seluruh
dunia telah dimanfaatkan untuk meme-takan permukaan dan suhu dasar perairan
masa lampau. Data tersebut sebagai dasar pemahaman bagaimana iklim dan arus
laut telah berubah di masa lampau dan untuk memperkirakan perubahan-perubahan
di masa yang akan datang (keakurasiannya belum teruji).
c.
Eksplorasi Minyak
Foraminifera
dimanfaatkan untuk menemukan minyak bumi. Banyak spesies foraminifera dalam
skala biostratigrafi mempunyai kisaran hidup yang pendek. Dan banyak pula
spesies foraminifera yang diketemukan hanya pada lingkungan yang spesifik atau
ter-tentu. Oleh karena itu, seorang ahli paleontologi dapat meneliti sekeping
kecil perconto batuan yang diperoleh selama pengeboron sumur minyak dan
selanjutnya menentukan umur geologi dan lingkungan saat batuan tersebut
terben-uk. Sejak 1920-an industri perminyakan memanfaatkan jasa penelitian
mikropaleontologi dari seorang ahli mikrofosil. Kontrol stratigrafi dengan
menggunakan fosil foraminifera memberikan sumbangan yang berharga dalam mengarahkan
suatu pengeboran ke arah samping pada horison yang mengandung minyak bumi guna
meningkatkan produktifikas minyak.