Tuesday, 30 December 2014

PENDEKSKRIPSIAN MINERAL

Mineral dapat diklasifikasikan atas sifat-sifat dasar yaitu : sifat kimia, sifat kristal, manfaat atau kegunaan, jalur dan banyaknya mineral tersebut membentuk suatu batuan dan lain-lain. Mineral merupakan unsur tunggal dapat pula berupa senyawa kimia bahkan senyawa kimia yang komplek. Dalam praktikum Kristalografi dan Minealogi diklasifikasi berdasarkan kandungan zat kimia yang dominan yang terdapat didalmnya, maka mineral dapat diklasifikasikan menjadi beberapa golongan atau group, yaitu native elements, sulfida, hidroxida, oxida, karbonat, sulfat dan silikat.

5.1. Native Elements
Unsur-unsur native elements jarang terdapat dipermukaan ataupun didalam kerak bumi. Native elements ini bukan merupakan golongan pembentuk batuan (rock forming). Asal mula pembentukan mineral native elements berkaitan dengan pengerasan atau pembentukan magma dengan reaksi kimia yang sekunder atau dengan reaksi-reaksi yang bertemperatur dan memiliki tekanan yang tinggi.
Mineral golongan native elements ini biasanya terdiri hanya satu unsur saja, tetapi kadang-kadang terdapat juga campuran dari mineral lain yang jumlahnya sangat sedikit didalamnya. Unsur-unsur yang membentuk mineral golongan native elements merupakan satu jenis unsur kimia saja tanpa berasosiasi dengan unsur yang lainnya. Mineral native elements ini sering dijumpai pada batuan beku dan sedimen atau juga batuan metamorf. Golongan ini dicirikan dengan hanya memiliki satu unsur kimia, sifat dalam pada umumnya malleable dan ductile dan mempunyai BJ (Berat Jenis) yang cukup tinggi berkisar 8 – 22.
Golongan ini dapat dibedakan menjadi 3, yaitu :
a.       Metal (Logam)            
Emas (Au), Perak (Ag), Tembaga (Cu), dan Platina (Pt) yang kesemuanya mempunyai sistem kristal kubik atau isometrik.
b.      Semi Logam               
Arsenic (As) dan Bismuth (Bi) yang keduanya mempunyai sistem kristal hexagonal.
c.       Non Logam                
Belerang (S) yang memiliki sistem kristal orthorhombic, Intan (C) yang memiliki sistem kristal isometrik, Graphite (C) yang memiliki sistem kristal hexagonal.

5.2. Sulfida
Kelompok mineral sulfida menduduki urutan kedua dalam klasifikasi mineral berdasarkan unsur-unsur kimianya, tetapi jika ditinjau dari banyak sedikitnya masa yang terdapat dilapisan kerak bumi maka golongan sulfida menduduki posisi yang terakhir. Unsur-unsur sulfida seperti halnya golongan native elements maka golongan ini pun merupakan unsur yang tidak pembentuk batuan (rock forming), namun golongan sulfida ini merupakan golongan yang sangat penting, hal ini karena unsur-unsur kimia yang membentuk merupakan kombinasi dari berbagai bentuk dari belerang.
Asal mula terbentuknya sulfida sangat berkaitan erat dengan pengendapan dari larutan-larutan air panas. Dan aktivitas gunung api serta instrusi magma, tetapi kadang-kadang ditemukan juga mineral golongan sulfida ini merupakan hasil dari pengerasan atau pembekuan magma walaupun jumlahnya sangat sedikit. Kebanyakan mineral golongan sulfida mempunyai kilap logam (Metallic) sedangkan berat jenisnya umumnya tinggi dan kekerasannya umumnya rendah.
Contoh mineral Sulfida, adalah :
-          Galena (PbS)                                             
-          Pyrite (FeS2)
-          Chalcopyrite (CuFeS2)
-          Sphalerite (ZnS)
-          Proustit (Ag3AsS3)
-          Chalcocite (Cu2S)
-          Bornite (Cu5FeS4)
-          Cannabar (HgS)

5.3. Oxida dan Hidroxida
Golongan mineral oxida dan hidroksida ini terkadang terdapat juga sebagai mineral penting pada batuan metamorfosa dan sering juga terdapat sebagai vein (urat pada suatu lapisan batuan). Adapun kegunaan mineral-mineral oxida dan hidroksida ini kebanyakan digunakan pada industri-industri kimia, industri untuk bahan-bahan bangunan, industri aluminium dan sebagainya.
Golongan oksida merupakan kombinasi antara oksigen dengan satu macam logam atau lebih, yaitu dicirikan oleh gugus anion (O2-). Berdasarkan perbandingan antara logam oksigen (X dan O), maka golongan oksida dapat dikelompokkan menjadi oksida sederhana dan oksida kompleks.


Contoh :    
-          Tipe X2O dan XO                         : Cuprit (Cu2O) sistem kubik
-          Tipe X2O3 (grup hematite)            : Corondum (Al2O3) sistem hexagonal
-          Tipe XO2 (grup rutile)                   : pirolusit (MnO2) sistem tetragonal
-          Tipe XY2O4 (grup spinel)              : magnetit (Fe3O4)sistem kubik
Golongan hidroxida dicirikan oleh adanya gugus hidroxil (OH-), atau molekul H2O yang membuat daya ikatannya secara struktur lebih lemah dari oksida.
Contoh mineral Oxida dan Hidroxida, adalah
-          Hematite (Fe2O3)                                      
-          Magnetite (Fe3O4)                          
-          Limonite (Fe2O3H2O)                               
-          Corondum (Al2O3)                                   
-          Chromite (FeCr2O4)
-          Ilmenite (FeTiO3)
-          Manganite (MnO)
-          Goethite – limonite (Fe2O3.H2O)

5.4. Carbonates
Mineral-mineral yang termasuk dalam golongan ini adalah mineral-mineral yang mengandung terdiri dari senyawa-senyawa garam asam karbon. Beberapa diantara mineral golongan ini menjadi mineral-mineral pembentuk batuan (rock forming) yang berasal dari endapan dan metamorfosa dari lapisan tanah dan batu. Cirri khas yang paling menonjol dari mineral-mineral golongan carbonates adalah dapat bereaksi dengnan HCl.
Reaksi ini menghasilkan karbondioksida (CO2) yang terlihat seperti buih yang memberi kesan mineral tersebut seperti mendidih. Mineral-mineral pada golongan carbonates sering dijumpai pada batuan beku dan sedimen ada juga pada batuan metamorf. Pada batuan sedimen yaitu pada batuan gamping, sedangkan pada batuan metamorf yaitu pada batuan marmer (marble).Beberapa kegunaan dari mineral-mineral pada golongan ini diantaranya adalah untuk dipakai pada industri kimia, juga untuk bahan bangunan. Golongan ini dicirikan oleh adanya  gugus anion yang kompleks, yaitu CO32-. Hadirnya ion H+ akan menyebabkan mineral-mineral menjadi tidak stabil dan akan memutuskan ikatannya untuk membentuk H2O dan CO2. Reaksi ini disebut Fizz Test dengan asam (HCl) yang paling banyak digunakan dalam identifikasi karbonat.
Reaksi : CaCO3 + H2O + CO2                  CaH2(CO3)2
              Calcite                                         Asam bikarbonat
Contoh dari mineral Carbonates, adalah:
-     Calcite (CaCO3)                                                    
-     Aragonit (CaCO3)                                                   
-     Dolomite [CaMg(CO3)2]                                       
-          Magnesite  (MgCO3)                                             
-          Azurite (Cu3(OH)2(CO3)2)
-          Borak (Na2B4O5(OH)48H2O)
-          Niter (NaNO3)
-           Malachite [Cu2(CO3)(OH)2]

5.5. Sulfat
Adapun proses pembentukan dari mineral ini sebagai akibat dari mengendapnya garam-garam asam belerang dari permukaan bumi ataupun yang merupakan hasil dari produk oksidasi sulfida. Sedangkan kegunaan dari pada mineral golongan sulfat lebih banyak digunakan dalam industri kimia dan bahan bangunan. Mineral-mineral golongan sulfat ini kebanyakan ditemukan pada batuan beku, sedimen dan metamorf serta pada urat suatu lapisan batu (vein).
Golongan ini dicirikan oleh adanya gugus anion SO42- dan pada umumnya mempunyai kilap non logam (kaca, lemak, atau sutera) dan terbentuk dari larutan.
Contoh dari mineral Sulfat :
-          Gypsum (CaSO4.2H2O)
-          Anhydrite (CaSO4)
-          Barite (BaSO4)
-          Wolframit [(Fe,Mn)Wo4]
-          Barit (BaSO4)

4.6. Silikat
Mineral-mineral yang termasuk golongan silikat ini adalah mineral dengan jenis dan jumlah yang terbanyak yaitu sekitar 73%. Mineral-mineral pada golongan silikat sangat banyak di jumpai baik didalam kerak bumi ataupun diatas permukaan bumi. Mineral-mineral pada golongan ini adalah mineral yang terbanyak yang menjadi mineral pembentuk batuan (rock forming). Silikat merupakan komponen dari batuan utama yang terbentuk akibat pembekuan atau pendinginan magma dan juga mineral-mineral pada golongan ini yang terbentuk akibat metamorfosa thermal. Kadang-kadang pembentukannya juga sebagai akibat lelehan magma akibat aktifitas gunung api. Pada umumnya mineral-mineral pada golongan silikat ini mempunyai senyawa-senyawa kimia yang kompleks. Salah satu ciri khas dari mineral golongan ini adalah silikat yang terdapat didalamnya (SiO4) dengan ion oksigen pada asek-aspek dan satu ion silikon pada titik pesatnya. Pada silikat tetrahedron (SiO­4) saling berhubungan pada aspek-aspeknya membentuk cincin, rantai, dan pita. Sistem tetrahedron seperti diatas tergantung pada komposisi kimianya dan ketentuan dari sifat fisika mineralnya.
Silikat yang berbeda jaringan ionnya (silikon) digantikan oleh ion aluminium disebut alumusilikat. Sifat dari silicaterosrock forming yaitu terdapat pada mineral olivine, augit, hornblende, muscovite, dan lain-lain. Sedangkan kegunaan dari mineral-mineral silikat berguna mulai dari keperluan industri kimia, untuk obat-obatan, keperluan industri bangunan, dan untuk perhiasan.
Golongan mineral ini meliputi 25% dari keseluruhan mineral yang dikenal dan 40% dari mineral yang umum dijumpai pada batuan. Mineralnya mengandung ikatan antara unsur Si dengan unsur O. Bentuk struktur ikatannya yang bermacam-macam digunakan sebagai dasar penggolongan. Silikat merupakan gugus molekul yang mengandung SiO4 tetrahedral. Mineral dari golongan silikat biasanya banyak digunakan sebagai dasar klasifikasi dan penamaan batuan, terutama batuan beku.
Contoh dari mineral Silicates, adalah :
-          Orthoclase (KAlSi3O8)
-          Muscovit [KAl2(AlSi3)O10(OH)2]
-          Hornblende [(Ca,Na)2-3(Mg,Fe+2,Fe+3,Al)5(AlSi)8O22(OH)2]
-          Quartz (SiO2)

-          Zeolit-Na (Na6[(AlO2)6(SiO2)30] . 24H2O)

Thursday, 4 December 2014

Pendahuluan Peta Topografi

MODUL I
PETA TOPOGRAFI

1.1    Maksud dan Tujuan
1.1.1.           Maksud
Maksud dari praktikum geomorfologi adalah merupakan persyaratan kurikulum pada semester dua, agar dapat mengambil praktikum selanjutnya pada perkuliahan berikutnya dan dapat mengaplikasikan teori-teori yang telah disampaikan pada pekuliahan dalam praktikumnya demi suksesnya ketika di lapangan nantinya bagi seorang geologist.

1.1.2.           Tujuan
Tujuan dari praktium ini adalah agar mahasisiwa dapat mengetahui, mengaplikasikan, kemudian dapat menginterpretasikan suatu daerah dari peta topografi dan membuat penampang dari peta tersebut.

1.2    Landasan Teori
Topografi berasal dari bahasa yunani, topos yang berarti tempat dan graphi yang berarti gambar. Peta topografi memetakan tempat-tempat dipermukaan bumi yang berketinggian sama dari permukaan laut menjadi bentuk garis-garis kontur, dengan satu garis kontur mewakili satu ketinggian. Petatopografi menyediakan data yang diperlukan tentang sudut kemiringan, elevasi, daerah aliran sungai, vegetasi secara umum dan pola urbanisasi. Petatopografi juga menggambarkan sebanyak mungkin ciri-ciri permukaan suatu kawasan tertentu dalam batas-batas skala.
Peta topografi dapat juga diartikan sebagai peta yang menggambarkan kenampakan alam (asli) dan kenampakan buatan manusia, diperlihatkan pada posisi yang benar. Selain itu peta topografi dapat diartikan peta yang menyajikan informasi spasial dari unsur-unsur pada muka bumi dan dibawah bumi meliputi, batas administrasi, vegetasi dan unsur-unsur buatan manusia.
Garis ketinggian pada peta (bidang dua dimensi) dan di lapangan (ruang tiga dimensi).Garis ketinggian pada peta membentuk garis yang berbelok-belok dan tertutup serta merupakan rangkaian dari titik-titik. Kegunaan dari garis ketinggian adalah untuk mengetahui berapa tingginya suatu tempat dari permukaan laut.



                             










Gambar 1.1 Garis Kontur dan Permukaan Bumi

Garis ketinggian mempunyai karakteristik sebagai berikut:
Ø  Garis ketinggian yang lebih rendah selalu mengelilingi garis ketinggian yang lebih tinggi.
Ø  Garis ketinggian tidak akan saling berpotongan dan tidak akan bercabang.
Ø  Pada daerah yang landai garis ketinggian akan berjauhan, sebaliknya pada daerah yang terjal akan saling merapat.
Untuk kondisi daerah yang khusus (seperti tebing, kawah, jurang), garis ketinggiannya digambarkan secara khusus pula :
Ø  Garis ketinggian yang menjorok keluar,merupakan punggung bukit dan selalu seperti bentuk huruf ‘U’.
Ø  Garis ketinggian yang menjorok ke dalam, merupakan lembah dan selalu
Ø  seperti bentuk huruf ‘V’.
Ø  Selisih tinggi antara dua garis ketinggian yang berurutan (interval) adalah setengah dari bilangan ribuan skala, (contoh:  1/2000 x 100.000 = 50 meter).  Kecuali bila dinyatakan dengan ketentuan lain.
Ø  Garis ketinggian pembantu, menyatakan ketinggian antara dua garis ketinggian yang berurutan.
Ø  Warna garis-garis ketinggian pada peta digambarkan dengan warna coklat ataupun hitam.














Gambar 1.2 Garis kontur
Garis ketinggian pada peta membentuk garis yang berbelok-belok dan tertutup serta merupakan rangkaian dari titik-titik. Kegunaan dari garis ketinggian adalah untuk mengetahui berapa tingginya suatu tempat dari permukaan laut.
Model tiga dimensi mempermudah pembacaan kontur pada suatu tempat di atas permukaan bumi karena langsung terlihat ketinggian tiap garis ketinggiannya, daripada membaca model dua dimensi seperti pada gambar 2. Untuk mencapai hal tersebut, data input yang berupa peta topografi dianalisa dan diproses menjadi out put model objek tiga dimensi.


Unsur-unsur penting yang terdapat dalam suatu peta topografi antara lain :
a.    Judul Peta dan Nomor lembar Peta
Judul peta merupakan nama daerah yang tercangkup dalam peta, sedangkan nomor lembar peta didasarkan atas sistem pembagian nomor peta ini disebut “quadrangle”, yaitu :
ü  Sistem quadrangle di Indonesia
       Tiap negara mempunyai cara-cara tersendiri dalam membagi wilayahnya menjadi kotak-kotak tersebut diberi nomor menurut sistem tertentu. Sistem pembagian nomor peta ini disebut “Quadrangle System” dari negara yang bersangkutan.
Di Indonesia sistem pembagian peta topogrfi ada dua :
ü  Sistem pembagian lama
Sistem ini dibuat pada zaman penjajahan Belanda. Sistem ini hanya khusus dipakai di Indonesia, dimana 0o garis bujur dihitung dari Jakarta. Untuk setiap skala yang berbeda terdapat skala yang berbeda terdapat notasi yang berbeda pula, seperti sbb:
1.   peta berskala 1:100.000 mempunyai ukuran 20 x 20 dan diberi nomor dengan angka ke arah horizontal, dengan makin besar arah vertikal menggunakan angka Romawi dengan makin kebawah makin besar. Jadi peta berskala 1:100.000 mempunyai nomor lembar seperti
2.   Peta berskala 1 : 100.000 dibagi menjadi 4 bagian yang masing-masing mempunyai skala 1 : 50.000 dan diberi notasi A, B, C dan D dimulai dari kiri atas. Jadi peta berskala 1 : 50.000 mempunyai nomor lembar peta seperti : 45/XI-A; 56/XLI-D dst.
3.   Peta berskala 1 : 100.000 ini dibagi menjadi 16 bagian masing-masing mempunyai skala 1 : 25.000 dan diberi notasi huruf kecil dari a sampai q kecuali huruf j. Jadi peta dengan skala 1 : 25.000 mempunyai nomor lembar peta seperti : 45/XI-a; 56/XLI-f dst. Nomor lembar 45/XI, Nomor lembar 45/XI-ANomor lembar 45/XI-a
ü  Sistem pembagian peta yang baru
Yaitu sistem pembagian peta yang disesuaikan dengan sistem international.Pembagian ini menjadi skala 1: 100.000 dengan ukuran 20 x 30 dan titik 00 dihitung dari Greenwich dan di beri notasi makin besar kearah kanan, dan secara vertikal notasi paling besar kearah bawah.
Cara penulisannya adalah menggabungkan notasi horizontal dengan vertikalnya, ditambah notasi dari masing-masing kotak.
VI
I
III
II



Gambar 1.4. Cara penulisan nomor lembar peta berbagai skala dalam sistem baru
b.      Indeks Peta
     Petunjuk tentang kedudukan peta terhadap peta-peta yang ada.disekitarnya. Biasanya  ditempatkan disudut kiri bawah peta. Umumnya lembar peta tersebut diletakkan pada bagian tengah indeks peta.
c.       Orientasi peta
Merupakan bagian yang menunjukkan arah peta. Garis batas pada kedua sisi samping peta berarah utara selatan, dalam hal ini adalah arah utara selatan sesungguhnya bukan utara kutub magnetis.
d.      Skala
Skala adalah perbandingan jarak horizontal sebenarnya dengan jarak dipeta. Perlu diingat bahwa semua jarak yang diukur pada peta adalah menunjukkan jarak-jarak horizontal.
Macam-macam skala:
1.         Skala fraksi (representatif fraktion scale).
2.         Skala verbal.
3.         Skala Garis.
e.       Indeks Administrasi
Merupakan bagian yang menunjukkan pembagian wilayah secara administrasi. Pembagian ini disesuaikan dengan batas kecamatan, kabupaten atau provinsi. Hal ini penting untuk memahami atau memahami atau mengetahui kemana harus dilakukan pengesahan surat ijin sebelum penyelidikan lapangan dari peta yang bersangkutan.


f.       legenda
pada peta topografi banyak digunakan simbol/tanda untuk mewakili bermacam-macam keadaan dilapangan. Penjelasan tanda/simbol yang pergunakan untuk dikelompokkan dan tercakup dalam legenda. Legenda ini biasanya diletakkan pada bagian bawah peta.
g.      Edisi Peta
Edisi peta adalah keterangan tentang pembuatan peta tersebut pada tahun berapa dibuat. Edisi peta ini sangat penting untuk peta pada daerah yang proses eksogennya sangat berpengaruh dalam pembentukan bentang alam sehingga daerah tersebut sangat mudah mengalami perubahan.
h.      Garis Kontur
Garis kontur adalah garis yang menghubungkan titik-titik yang terletak ketinggian yang sama dari permukaan laut. Garis kontur akan menunjukkan bentuk dan penyebaran mofologi. Disamping itu juga memiliki pola yang khas untuk setiap bentang alam yang dikontrol oleh pengontrol yang berbeda. Misalnya bentang alam struktural akan menunjukkan pola kontur yang berbeda. Misalnya bentang alam struktural akan menunjukkan pola garis kontur yang berbeda.
Punggungan Gunung - Punggungan gunung merupakan rangkaian garis kontur berbentuk huruf U dimanaU dari huruf U menunjukan tempat atau daerah yang lebih pendek dari kontur diatasnya. Lembah atau Sungai Lembah atau sungai merupakan rangkaian garis kontur yang berbentuk n (huruf V terbalik) jung  dengan Ujung yang Tajam. Daerah landai datar dan terjal curam Daerah datar/landai garis konturnya jarang, sedangkan daerah terjal atau curam garis konturnya rapat.
i.        Interval Kontur 
Interval kontur adalah jarak vertikal antar garis yang satu dengan garis kontur yang lainnya secara berurutan. Pada peta skala 1:100.000 dicantumkan interval konturnya 50 meter. Untuk mencari interval kontur berlaku rumus 1/2000 x skala peta. Tapi rumus ini tidak berlaku untuk semua peta, pada peta GUNUNG MERAPI/1408-244/JICA TOKYO-1977/1:25.000, tertera dalam legenda peta interval konturnya 10 meter sehingga berlaku rumus 1/2500 x skala peta. Jadi untuk penentuan interval kontur belum ada rumus yang baku, namun dapat dicari dengan Mencari dua titik ketinggian yang berbeda atau berdekatan. Misalnya titik A dan B Hitung selisih ketinggiannya (antara A dan B) Hitung jumlah kontur antara A dan B Bagilah selisih ketinggian antara A-B dengan jumlah kontur antara A-B hasilnya adalah interval kontur.
Selain tanda pengenal yang terdapat pada legenda peta, untuk keperluan orientasi harus juga digunakan bentuk-bentuk bentang alam yang mencolok di lapangan dan mudah dikenal di peta, disebut Tanda Medan. Beberapa tanda medan yang dapat dibaca pada peta sebelum berangkat ke lapangan, yaitu:Lembah antara dua puncakLembah yang curam Persimpangan jalan atau ujung desa.
Perpotongan sungai dengan jalan setapak Percabangan da kelokan sungai, air terjun, dan lain-lain Untuk daerah yang datar dapat digunakan, persimpangan jalan dan percabangan sungai, jembatan dan lain-lain.
Pada perencanaan perjalanan dengan menggunakan peta topografi, sudah tentu titik awal dan titik akhir akan diplot di peta. Sebelum berjalan catatlah: Koordinat titik awal (A) Koordinat titik tujuan (B) Sudut peta antara A – B Tanda medan apa saja yang akan dijumpai sepanjang lintasan A – B Berapa panjang lintasan antara A – B dan berapa kira-kira waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan lintasan A – B Yang perlu diperhatikan dalam melakukan suatu operasi adalahharus tahu titik awal keberangkatan kita, balk di medan maupun di peta Gunakan tanda medan yang jelas balk di medan dan peta Gunakan kompas untuk melihat arah kita, apakah sudah sesuai dengan tanda medan yang kita gunakan sebagai patokan, atau belum. Perkirakan berapa jarak lintasan.
Misalnya, medan datar 5 km ditempuh selama 60 menit dan medan mendaki ditempuh selama 10 menit. Lakukan orientasi dan resection, bila keadaannya memungkinkan. Perhatikan dan selalu waspada terhadap adanya perubahan kondisi medan dan perubahan arah perjalanan, menyeberangi sungai, ujung lembah dan lainnya-lainnya. Panjang lintasan sebenarnya dapat dibuat dengan cara, pada peta dibuatkan lintasan dengan jalan membuat garis (skala vertikal dan horizontal) yang disesuaikan dengan skala peta. Gambar garis lintasan tersebut (pada peta) memperlihatkan kemiringan lintasan juga penampang dan bentuk peta. Panjang lintasan diukur dengan mengalikannya dengan skala peta, maka akan didapatkan panjang lintasan sebenarnya.
Plotting adalah menggambar atau membuat titik, membuat garis dan tanda-tanda tertentu di peta.Plotting berguna bagi kita dalam membaca peta. Misalnya Tim Camp berada pada koordinat titik A (3989 : 6360) + 1400 m dpl. Basecamp memerintahkan tim Camp agar menuju koordinat titik T (4020 : 6268) + 1301 m dpl. Maka langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
Plotting koordinat T di peta dengan menggunakan konektor. Pembacaan dimulai dari sumbu X dulu, kemudian sumbu Y, didapat (X:Y). Plotting sudut peta dari A ke T, dengan cara tarik garis dari A ke T, kemudian dengan busur derajat/kompas orientasi ukur besar sudut A - T dari titik A ke arah garis AT. Pembacaan sudut menggunakan sistem Azimuth (0" - 360°) searah putaran jarum jam. Sudut ini berguna untuk mengorientasikan arah dari A ke T. Interprestasi peta untuk menentukan lintasan yang efisien dari A menuju T.
Interprestasi ini dapat berupa garis lurus ataupun berkelok-kelok mengikuti jalan setapak, sungai ataupun punggungan.Harus dipahami betul bentuk garis-garis kontur.Plotting lintasan dan memperkirakan waktu tempuhnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu tempuh : Kemiringan lereng dan Panjang lintasan Keadaan dan kondisi medan (misalnya hutan lebat, semak berduri atau pasir) Keadaan cuaca rata-rata Waktu pelaksanaan (pagi, siang atau malam) Kondisi fisik dan mental serta perlengkapan yang dibawa. Cara Koordinat Geografis Untuk Indonesia sebagai patokan perhitungan adalah Jakarta yang dianggap 0 atau 106° 44' 27,79". Sehingga di wilayah Indonesia awal perhitungan adalah kota Jakarta. Bila di sebelah barat Jakarta akan berlaku pengurangan dan sebaliknya. Sebagai patokan letak lintang adalah garis ekuator (sebagai 0).
Cara menyatakan koordinat ada dua cara, yaitu: Cara koordinat peta Menentukan koordinat ini dilakukan diatas peta dan bukan dilapangan. Penunjukan koordinat ini meggunakan: Sistem Enam Angka, misalnya: koordinat titik A (374:622), titik B (377:461) Cara Delapan Angka, misalnya: koordinat titik A (3740:6225), titik B (3376:4614



 



















Gambar 1.4 Contoh Peta Topografi

Cara Koordinat Geografis Untuk Indonesia sebagai patokan perhitungan adalah Jakarta yang dianggap 0 atau 106° 44' 27,79". Sehingga di wilayah Indonesia awal perhitungan adalah kota Jakarta. Bila di sebelah barat Jakarta akan berlaku pengurangan dan sebaliknya. Sebagai patokan letak lintang adalah garis ekuator (sebagai 0).Untuk koordinat geografis yang perlu diperhatikan adalah petunjuk letak peta.
Sudut peta dihitung dari utara peta ke arah garis sasaran searah jarum jam.Sistem pembacaan sudut dipakai Sistem azimuth (0° - 360°). Sistem Azimuth adalah sistem yang menggunakan sudut-sudut mendatar yang besarnya dihitung atau diukur sesuai dengan arah jarum jam dari suatu garis yang tetap (arah utara). Bertujuan untuk menentukan arah-arah di medan atau di peta serta untuk melakukan pengecekan arah perjalanan, karena garis yang membentuk sudut kompas tersebut adalah arah lintasan yang menghubungkan titik awal dan akhir perjalanan.
Sistem perhitungan sudut dibagi menjadi dua berdasarkan sudut kompasnya. Back azimuth: bila sudut kompas > 180° maka sudut kompas dikurangi 180°. Bila sudut kompas < 1080 = "37,1km" km =" 3.710.000" 1km =" 3.710.000" 000 =" 74,2" 1 =" 1.855.000cm">.

1.3    Alat dan Bahan
Ø  Alat
      Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu :
1.      Pensil
2.      penghapus
3.      Penggaris dan busur
Ø  Bahan
            Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu :
1.      1 buah lembar peta topografi dengan titik ketinggian

1.4    Prosedur kerja :
Adapun prosedur– prosedur yang harus dikerjakan dalam praktikum ini, prosedur itu adalah sebagai berikut :
-          Tentukan terlebih dahulu interval dari peta topografi tersebut.
-          Hubungkan antar titik ketinggian yang terdekat dengan menarik garis dan garis d tarik tidak boleh bersiku haruslah smooth.
-          Bagi garis tersebut dengan tanda titik sesuai dengan jarak nilai interval pada peta topografi.
-          Hubungkan titik ketinggian yang sama sehingga membentuk garis kontur.
-          Sayat peta topografi untuk membuat penampang untuk mengetahui morpologi pada daerah tersebut.

1.5    Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat saya ambil dalam praktikum peta topografi ini adalah Peta topografi Berasal dari bahasa yunani, topos yang berarti tempat dan graphi yang berarti menggambar. Peta topografi memetakan tempat-tempat dipermukaan bumi yang berketinggian sama dari permukaan laut menjadi bentuk garis - garis kontur, dengan satu garis kontur mewakili satu ketinggian. Peta topografi mengacu pada semua ciri-ciri permukaan bumi yang dapat diidentifikasi, apakah alamiah atau buatan, yang dapat ditentukan pada posisi tertentu. Oleh sebab itu, dua unsur utama topografi adalah ukuran relief (berdasarkan variasi elevasi axis) dan ukuran planimetrik (ukuran permukaan bidang datar).
Peta topografi memetakan tempat-tempat dipermukaan bumi yang berketinggian sama dari permukaan laut menjadi bentuk garis-garis kontur, dengan satu garis kontur mewakili satu ketinggian. Garis ketinggian pada peta (bidang dua dimensi) dan di lapangan (ruang tiga dimensi). Garis ketinggian pada peta membentuk garis yang berbelok - belok dan tertutup serta merupakan rangkaian dari titik-titik.Kegunaan dari garis ketinggian adalah untuk mengetahui berapa tingginya suatu tempat dari permukaan laut.
            Peta topografi mengacu pada semua ciri-ciri permukaan bumi yang dapat diidentifikasi, apakah alamiah atau buatan, yang dapat ditentukan pada posisi tertentu. Oleh sebab itu, dua unsur utama topografi adalah ukuran relief (berdasarkan variasi elevasi axis) dan ukuran planimetrik (ukuran permukaan bidang datar).Peta topografi menyediakan data yang diperlukan tentang sudut kemiringan, elevasi, daerah aliran sungai, vegetasi secara umum dan pola urbanisasi. Peta topografi juga menggambarkan sebanyak mungkin ciri-ciri permukaan suatu kawasan tertentu dalam batas-batas skala.
            Peta topografi dapat juga diartikan sebagai peta yang menggambarkan kenampakan alam (asli) dan kenampakan buatan manusia, diperlihatkan pada posisi yang benar. Selain itu peta topografi dapat diartikan peta yang menyajikan informasi spasial dari unsur-unsur pada muka bumi dan dibawah bumi meliputi, batas administrasi, vegetasi dan unsur-unsur buatan manusia.







Wednesday, 5 November 2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Sejarah Umum Paleontologi Mikro
Paleontologi berasal dari kata, Paleo yang berarti masa lampau / kuno dan onthos yang berarti kehidupan kehidupan. Paleontologi adalah merupakan suatu ilmu yang mempelajari sisa-sisa makhluk hidup purba, baik dari fosil-fosilnya maupun jejak-jejak kehidupan yang telah mengalami proses pembatuan. Sedangkan fosil adalah sisa-sisa dari kehidupan masa lampau ataupun segala sesuatu yang menunjukkan kehidupan yang telah membatu dan yang paling muda berumur pleistosen. Pada umumnya fosil ini terjadi pada lingkungan sedimen. Mikropaleontologi merupakan cabang paleontologi yang mempelajari mikrofosil, ilmu ini mempelajari masalah organisme yang hidup pada masa yang lampau yang berukuran sangat renik (mikroskopis), yang dalam pengamatannya harus menggunakan Mikroskop atau biasa disebut micro fossils (fosil mikro). Pembahasan mikropaleontologi ini sesungguhnya sangat heterogen, berasal baik dari hewan maupun tumbuhan ataupun bagian dari hewan atau tumbuahan. Pada ilmu Mikropaleontologi ini dikenal adanya Analisis Biostratigrafi. Dimana biostratigrafi tersebut memiliki hubungan yang sangat erat dalam penentuan umur relatif dan lingkungan pengendapan dari suatu Batuan berdasarkan kandungan fosil yang terkandung dalam Batuan tersebut. Oleh karena itu diadakanlah praktikum Mikropaleontologi dengan acara Biostratigrafi, praktikum ini dilakukan agar memudahkan mahasiswa dalam membuat analisa masalah Biostratigrafi.
Mikrofosil, terbagi kepada 4 kategori, yaitu Calcareous, Phospatic, Siliceous, dan Organic. Jenis calcareous, atau berkalkar, adalah dari jenis Coccolith, Foraminifera, Ostracod, dan Calcareous  Dinoflagellate. Jenis Phospatic pula terdiri dari jenis Conodonts, Scolecodonts, Shark Fins And Teeth, danc Ichtyoliths. Diatoms, Radiolaria, sebahagian Scolecodonts, Spicules, dan Silicoflagellate tergolong dalam kategori mikrofosil Siliceous. Kategori Organic, terbahagi kepada dua jenis, yaitu, Pollens, dan Spores.
Yang termasuk dalam mikrofosil adalah semua golongan organisme yang berukuran kecil dan juga sisa-sisa dari organisme berukuran besar (invertebrata/vertebrata) yang untuk mempelajarinya dibutuhkan pengamatan di bawah mikroskop. 
Fosil dalam Paleontologi terbagi menjadi 2 jenis yaitu : Fosil Makro / besar (Macrofossil),  yaitu fosil yang dapat dilihat dengan mata biasa (megaskopis), dan Fosil Mikro / kecil (Microfossil), yaitu fosil yang hanya dapat dilihat dengan bantuan alat mikroskop.
Secara garis besar, Paleontologi di bagi menjadi 2, yaitu :
1.        Paleobotani
Paleobotani (dari bahasa Yunani paleon berarti tua dan botany yang berarti ilmu tentang tumbuhan) adalah cabang dari paleontologi yang khusus mempelajari fosil tumbuhan. Kajian Paleobotani meliputi aspek fosil tumbuhan, rekonstruksi taksa, dan sejarah evolusi dunia tumbuhan.Tujuan mempelajari Paleobotani adalah:
a.     Untuk rekonstruksi sejarah dunia tumbuhan. Hal ini dapat dilakukan karena fosil tumbuhan dari suatu kolom geologis tertentu berbeda dengan yang terdapat pada kolom geologis lainnya. Dengan demikian dapat diketahui jenis tumbuhan yang ada dari waktu ke waktu, atau dengan kata lain dapat diketahui sejarahnya, khususnya mengenai kapan kelompok tumbuhan tersebut mulai muncul di muka bumi, kapan perkembangan maksimalnya, dan kapan kelompok tumbuhan tersebut punah.
b.    Untuk keperluan analisa pola dan suksesi vegetasi dari waktu ke waktu.
c.     Untuk analisa endapan dari masa karbon ( khususnya yang mengandung sisa tumbuhan ), yang berpotensi dalam presiksi sifat- sifat batubara. Dengan demikian dapat diketahui macam batubara serta dari tumbuhan apa batubara tersebut berasal.
d.    Untuk dapat melakukan dedukasi mengenai aspek-aspek perubahan iklim. Dengan cara ini maka dimungkinkan untuk merekonstruksi lingkungan masa lampau beserta perubahan-perubahan yang terjadi, dan juga untuk mempelajari hubungan antara tumbuhan dengan hewan yang menghuni lingkungan tersebut. Salah satu perubahan iklim yang seringkali dapat diungkap dengan pendekatan ini adalah perubahan ternperatur rata-rata.

2.        Paleozoologi
Paleozoologi adalah ilmu yang mempelajari sisa-sisa organisma purba yang berasal dari binatang. Paleozoologi atau palaeozoology (bahasa Yunani: παλαιον, paleon = tua dan ζωον, zoon = hewan) adalah adalah cabang dari paleontologi atau paleobiologi, yang bertujuan untuk menemukan dan mengindentifikasi fosil hewan bersel banyak dari sistem geologi atau arkeologi, untuk menggunakan fosil tersebut dalam rekonstruksi lingkungan dan ekologi prasejarah.Jadi tujuan dari mempelajari paleozoology adalah :
a.     Rekonstruksi sejarah kehidupan pada masa lampau baik di bidang hewan dan perkembangan manusia. Proses rekonstruksi kehidupan dilakukan melalui rekonstruksi fosil karena fosil ditemukan dalam lapisan / strata geologis yang berlainan sehingga dapat diketahui perkiraan waktu munculnya dan kehidupan makhluk yang telah memfosil tersebut.
b.    Analisa pola dan suksesi suatu vegetasi dari waktu ke waktu. Kehidupan pada masa purba di mana kondisi bumi masih belum stabil sangat memungkinkan terjadinya perubahan kondisi lingkungan yang ekstrim sehingga mempengaruhi kehidupan spesies dan vegetasi tanaman.
c.     Analisa mengenai aspek – aspek perubahan iklim yang terjadi. Cara ini bermanfaat untuk merekonstruksi dampak perubahan iklim pada lingkungan, mempelajari bagaimana hubungan antara hewan dan tumbuhan yang hidup pada lingkungan tersebut.
d.    Analisa kehidupan biokultural manusia sejak manusia muncul di bumi, proses evolusinya melalui masa dan wilayah distribusinya seluas dan selama mungkin.
e.     Analisa proses adaptif yang dilakukan makhluk hidup terhadap perubahan kondisi lingkungan, makhluk yang mampu beradapatasi akan terus bertahan walaupun peiode waktu geologis terus berjalan sedangkan yang tidak mampu beradaptasi akan punah. Proses adaptasi membuka zona adaptif yang baru yaitu suatu kumpulan kondisi hidup dan sumber daya baru yang memberikan banyak kesempatan yang sebelumnya tidak dimanfaatkan.
Baik paleobotani maupun paleozoologi sama-sama mempelajari objek-objek yang mempunyai bermacam-macam bentuk dan ukuran. Mulai dari fhylum, lingkungan pengendapan sampai dengan menentukan umur dari suatu fosil tersebut. Berdasarkan ukuran objeknya maka paleontologi dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu : Makropaleontologi adalah cabang dari ilmu paleontologi (paleobotani atau paleozoologi) yang mempelajari objek-objek dengan ukuran yang relatif besar dan tidak memerlukan alat bantu (mikroskop) untuk mempelajari. Mikropaleontologi adalah cabang dari ilmu pada ilmu paleontologi yang khusus mempelajari sermua sisa-sisa yang berukuran kecil sehingga pada pelaksanaannya harus menggunakan alat bantu mikroskop.
Ilmu paleontologi mikro mulai berkembang Sejak awal abad 20 ditandai dengan:
·      1911 : Prof. J.A. Udden dari Augustana College, mempergunakan mikro
stratigrafi dan mikrofosil untuk menentukan umur lapisan dan
melakukan korelasi umur-umur pemboran air.
·      1916 : Awal dari pengajaran mikropaleontologi sebagai bidang spesialisasi
 khusus pada universitas-universitas di Amerika.
·      1919 : Pembentukan laboratorium mikropaleontologi pertama di Humble dan Rio Bravo Oil Co.
·      1923 : Didirikan oleh J.A. Cushman(1881-1949) Laboratory forforaminiferal research di Massachussetts, USA, yang pada dekade-dekade selanjutnya berkembang menjadi pusat penelitian mikro paleontologi.
·      1925 : Awal terbitnya publikasi periodik yang membahas tentang mikrofosil.
Sejak 1945, didorong oleh kebutuhan akan minyak bumi, perkembangan mikropaleontologi semakin cepat, dan hingga sekarang mikropaleontologi merupakan ilmu pengetahuan yang praktis diajarkan hampir di seluruh dunia.





           
1.2. Tinjauan Umum
            Mikropaleontologi merupakan cabang ilmu paleontologi yang khusus mempelajari atau membahas tentang semua sisa-sisa organisme yang biasa disebut mikrofosil, dan yang dibahas antara lain adalah mikrofosil klasifikasinya, morfologi, ekologi dan mengenai kepentingannya terhadap stratigrafi.




























Gambar 1.1. Contoh fosil mikro(Benthic Foram)

        Setiap fosil (biasanya kecil) untuk mempelajari sifat-sifat dan strukturnya dilakukan dibawah mikroskop. Umumnya fosil ukurannya    lebih dari 5 mm namun ada yang berukuran sampai 19 mm seperti genus fusulina yang memiliki cangkang-cangkang yang dimiliki organisme, embrio dari fosil-fosil makro serta bagian tubuh dari fosil makro yang dimana untuk mengamatinya menggunakan mikroskop serta sayatn tipis dari fosil fosil, sifat fosil mikro dari golongan foraminifera kenyataannya foraminifera mempunyai fungsi/berguna untuk mempelajarinya (Jones, 1936).
 































Gambar 1.2. Skala waktu geologi

 Dari cara hidupnya fosil mikro dibagi menjadi 2 (dua)  : 
1. Pellagic (mengambang)
    a. Nektonik (bergerak dilaut)
    b. Lanktonik (bergerak pasif) mengikuti keadaan sekitarnya
2. Benthonic (pada dasar laut)  
    a. secile (mikrofosil yang menambat / menempel)
    b. Vagile (merayap pada dasar laut)
            Dari dua bagian itu digunakan pada ilmu perminyakan dimana dari kedua fosil itu identik dengan hdrokarbon yang terdapat pada trap (jebakan). Dalam geologi struktur dimana dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya sesar, kekar serta lipatan.
Beberapa manfaat fosil antara lain sebagai berikut : 
1. Dalam korelasi : 
Untuk membantu korelasi penampang satu daerah dengan daerah lain baik dibawah permukaan maupun permukaan
2. Menetukan umur :
Misalnya umur suatu lensa batupasir yang terletak didalam lapisan serpih yang tebal dapat ditentukan dengan mikrofosil dengan batuan yang melingkupi.
3. Membantu studi mengenai spesies.
4. Dapat memberikan keterangan-keterangan paleontologi yang penting dalam menyusun suatu standart section suatu daerah.
5. Membantu menentukan hubungan batas-batas suatu transgresi / regresi serta tebal atau tipis lapisan berdasarkan kegunaannya dikenal beberapa istilah,  yaitu : 
1. Fosil index
Yaitu fosil yang digunakan sebagai penunjuk umur relatif. Umumnya fosil ini mempunyai penyebaran vertikal pendek dan penyebaran lateral luas, serta mudah dikenal.
Contoh : Globorotalina Tumida sebagai penciri N18 atau miocene akhir.
2. Fosil bathymetry / Fosil kedalaman
Yaitu fosil yang dipergunakan untuk menentukan lingkungan kedalaman pengendapan. Umumnya yang dipakai adalah benthos yang hidup didasar. 
Contohnya : Elphidium spp sebagai penciri lingkungan transisi
3. Fosil Horizon/fosil lapisan/fosil diagnostic
Yaitu fosil yang mencirikan suatu kekhasan yang terdapat pada lapisan yang bersangkutan.
Contoh : Globorotalia tumida  sebagai penciri N18 atau Miocene akhir
4. Fosil lingkungan 
Yaitu fosil yang dapat ditunjukan sebagi penunjuk lingkungan sedimentasi.
Contoh : Radiolaria sebagai penciri laut dalam.

5. Fosil iklim 
          Yaitu fosil yang dapat deperfunakan sebagai penunjuk iklim pada saat itu.
Contoh : Globigerina pachyderma sebagai penciri dari ikoim yang dingin.

1.3. Persiapan Penelitian Mikrofosil
1.3.1.      Sampling
Ø   Pengambilan sampel
Pengambilan sampel batuan di lapangan hendaknya dengan memperhatikan tujuan yang akan dicapai. Untuk mendapatkan sampel yang baik diperhatikan interval jarak tertentu terutama untuk menyusun biostratigrafi.
Kriteria-kriteria pengambilan sampel:
a.              Memilih sampel batuan insitu dan bukan berasal dari talus, karena dikhawatirkan fosilnya sudah rusak atau tidak insitu.
b.             Batuan yang berukuran butir halus lebih memungkinkan mengandung fosil, karena batuan yang berbutir kasal tidak dapat mengawetkan fosil. Batuan yang dapat mengawetkan fosil antara lain lempung (clay), serpih (shale), napal (marl), tufa napalan (marly tuff), batu gamping bioklastik, batu gamping dengan campuran batu pasir sangat halus.
c.              Batuan yang lunak akan memudahkan dalam proses pemisahan fosil.
d.             Jika endapan turbidit diambil pada endapan berbutir halus, yang diperkirakan merupakan endapan suspense yang juga mencerminkan kondisi normal.
Ø   Penguraian/pencucian
Langkah-langkah proses pencucian batuan adalah sebagi berikut :
a.              Batuan sedimen ditumbuk dengan palu karet atau palu kayu hingga berukuran dengan diameter 3-6 mm.
b.             Larutkan dalam larutan H2O2 (hydrogen peroksida) 50% diaduk dan dipanaskan.
c.              Diamkan sampai butiran batuan tersebut terlepas semua (24 jam) jika fosil masih nampak kotor dapat dilakukan dengan perendaman menggunakan air sabun, lalu dibilas dengan air sampai bersih.
d.             Keringkan dengan terik matahari dan fosil siap untuk diayak.

Ø   Pemisahan fosil
Cara memisahkan fosil-fosil dari kotoran adalah dengan menggunakan jarum dari cawan tempat contoh batuan, untuk memudahkan dalam pengambilan  fosilnya perlu disediakan air (jarum dicelupkan ke air terlebih dahulu sebelum pengambilan)

1.3.2. Kualitas Sampel
              Pengambilan suatu contoh batuan untuk analisis mikro paleontologi harus memenuhi kriteria berikut ini :
-      Bersih : Sebelum merngambil contoh batuan yang dimaksud, kita harus membersihkannya dari lapisan-lapisan pengotor yang menyelimutinya. Bersihkan dengan pisau kecil dari pelapukan ataupun akar tumbuh-tumbuhan, juga dari polen dan serbuk sari tumbuh-tumbuhan yang hidup sekarang,. Khusus untuk sampel pada analisa palynologi, sampel tersebut harus terlindung dari udara terbuka karena dalam udara banyak mengadung polen dan serbuk sari yang dapat menempel pada batuan tersebut. Suatu cara yang cukup baik, bisa dilkukan dengan memasukkan sampel yang sudah dibersihkan tersebut kedalam lubang metal atau fiberglas yang bersih dan bebas karat. Atau dapat juga kita mengambil contoh batuan yang agak besar, baru kemudian sesaat akan dilakukan preparasi kita bersihkan dan diambil bagian dalam/inti dari contoh batuan tersebut.
-      Reprensentatif dan komplit : Harus dipisahkan dengan jelas antara contoh batuan yang mewakili suatu sisipan ataupun suatu lapisan batuan. Untuk studi yang lengkap, ambil sekitar 200 – 500 gram batuan sedimen yang sudah dibersihkan. Untuk batuan yang diduga sedikit mengandung mikrofosil, berat contohnya lebih baik dilebihkan. Sebaliknya pada analisa nanno plankton hanya dibutuhkan beberapa gram saja untuk setiap sampelnya.
-    Pasti : Apabila sampel tersebut terkemas dengan baik dalam suatu kemasan kedap air (plastik) yang diatasnya tertulis dengan tinta tahan air, segala keterangan penting tentang sampel tersebut seperti nomor sampel, lokasi (kedalaman), jenis batuan, waktu pengambilan dan sebagainya maka hasil analisa sampel tersebut akan pasti manfaatnya.
1.3.3. Jenis-jenis Sampel
              Secara garis besar, jenis sampel apat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
Sampel permukaan (surface sample) Adalah sample yang diambil pada permukaan tanah. Lokasi dan posisi stratigrafinya dapat diplot dalam peta.Sampel bawah permukaan (sub surface sample), Sampel bawah permukaan adalah sampel yang diambil dari suatu pengeboran. Dari cara pengambilannya, sampel bawah permukaan ini dapat dipisahkan menjadi 4 bagian, yaitu :
1.        Inti bor (core); seluruh bagian lapisan pada kedalaman   tertentu diambil secara utuh.
2.        Sampel hancuran (ditch-cutting); lapisan pada kedalaman tertentu dihancurkan dan dipompa ke luar dan kemudian ditampung.
3.        Sampel sisi bor (side-wall core); diambil dari sisi-sisi dinding bor dari lapisan                                                        pada kedalaman tertentu.
4.      Setiap pada kedalaman tertentu pengambilan sampel harus dicatat dengan cermat dan kemungkinan adanya fosil-fosil runtuhan (caving).

1.3.4. Preparasi Fosil
              Preparasi adalah suatu proses untuk mengubah contoh batuan yang telah dipilih pada saat sampling menjadi bahan yang siap untuk dianalisis dengan menggunakan. Proses ini pada umumnya bertujuan untuk memisahkan mikrofosil yang terdapat dalam batuan dari material-material lempung (matrik) yang menyelimutinya.
              Untuk setiap jenis mikrofosil, mempunyai teknik preparasi tersendiri. Polusi, terkontaminasi dan kesalahan dalam prosedur maupun kekeliruan pada pemberian label, harus tetap menjadi perhatian agar mendapatkan hasil optimum.
Beberapa contoh teknik preparasi untuk foraminifera & ostracoda, nanno plankton dan pollen dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
v Foraminifera kecil & Ostracoda
              Untuk mengambil foraminifra kecil dan Ostracoda, maka perlu dilakukan preparasi dengan metoda residu. Metoda ini biasanya dipergunakan pada batuan sedimen klastik halus-sedang, seperti lempung, serpih, lanau, batupasir gampingan dan sebagainya.
              Caranya adalah sebagai berikut, yaitu :
1.    Ambil ± 100 – 300 gram sedimen kering.
2.    Apabila sedimen tersebut keras – agak keras, maka harus dipecah secara perlahan dengan menumbuknya mempergunakan lalu besi/porselen.
3.    Setelah agak halus, maka sedimen tersebut dimasukkan ke dalam mangkok dan dilarutkan dengan NaOH dan H2O2 (10 – 15%) secukupnya untulk memisahkan mikrofosil dalam batuan tersebut dari matriks (lempung) yang melingkupinya.
4. Biarkan selama 5 menit.
5. Setelah bereaksi, kemudian seluruh residu tersebut dicuci dengan air yang  hingga semen terlepas.
6.  Residu yang tertinggal diambil dan kemudian dikeringkan selama 1 minggu dan dikeringkan.
7. Setelah kering, residu tersebut dikemas dalam plastik residu dan diberi label sesuai dengan nomor sampel yang dipreparasi.
8. Sampel siap dideterminasi.

v Foraminifera besar
               Biasanya foraminifera besar terdapat pada batugamping atau batugamping pasiran yang mempunyai kekerasan tinggi. Dengan demikian untuk menganalisanya dilakukan dengan mempergunakan sayatan tipis. Prosedurnya adalah sebagai berikut:
1.    Contoh batuan yang akan dianalisis disayat terlebih dahulu dengan mesin penyayat atau gurinda. Arah sayatan diusahakan memotong struktur tubuh foraminifera besar yang ada didalamnya.
2.    Setelah mendapatkan arah sayatan yang dimaksud, contoh tersebut ditipiskan pada kedua sisinya.
3.    Poleskan salah satu sisi contoh tersebut dengan mempergunakan bahan abrasif (karbondum) dan air.
4.    Setelah itu, tempel sisi tersebut pada objektif gelas (ukuran internasional 43 x 30 mm) dengan mempergunakan Kanada Balsam.
5.    Tipiskan kembali sisi lainnya hingga contoh tersebut menjadi transparan dan biasanya ketebalan sekitar 30-50 μm.
6.    Setelah ketebalan yang dimaksud tercapai, teteskan Kanada Balsam secukupnya dan kemudian ditutup dengan “cover glass”. Beri label.
7.    Sampel siap dideterminasi.
Catatan : sayatan yang terlalu tebal akan memberikan gambaran yang kurang detil atau bureng).

v Nanno plankton
Nanno plankton adalah sampel diambil kemudian direndam setelah lumpurnya mengendap, larutan diambil satu tetes saja yang kemudian disimpan di dalam kaca.
1.3.5. Penyajian Mikrofosil
  Penyajian Mikrofosil (alat yang digunakan) dalam penyajian mikrofosil ada beberapa tahap yang harus dilakukan, yaitu:
1.    Observasi
Observasi adalah pengamatan morfologi rincian mikrofosil dengan mempergunakan miroskop. Setelah sampel batuan selesai direparasi, hasilnya yang berupa residu ataupun berbentuk sayatan pada gelas objek diamati di bawah mikroskop. Mikroskop yang dipergunakan terrgantung pada jenis preparasi dan analisis yang dilakukan. Secara umum terdapat tiga jenis mikroskop yang dipergunakan, yaitu mikroskop binokuler, mikroskop polarisasi dan microskop scanning-elektron (SEM).
2.     Determinasi
      Determinasi merupakan tahap akhir dari pekerjaan mikropaleontologis di laboratorium, tetapi juga merupakan tahap awal dari pekerjaan penting selanjutnya, yaitu sintesis. Tujuan determinasi adalah menentukan nama genus dan spesies mikrofosil yang diamati, dengan mengobservasi semua sifat fisik dan kenampakan optik mikrofosil tersebut.



1.3.6. Deskripsian
              Berdasarkan observasi yang dilakukan pada mikrofosil, baik sifat fisik maupun kenampakan optiknya dapat direkam dalam suatu deskripsi terinci yang bila perlu dilengkapi dengan gambar ilustrasi ataupun fotografi. Deskripsi sangat penting karena merupakan dasar untuk mengambil keputusan tentang penamaan mikrofosil yang bersangkutan.

1.3.7. Ilustrasi
              Sementara itu, gambar dan ilustrasi yang baik harus dapat menjelaskan berbagai sifat khas tertentu dari mikrofosil itu. Juga, setiap gambar ilustrasi harus selalu dilengkapi dengan skala ataupun ukuran perbesarannya.

1.3.8. Penamaan
                   Seorang sarjana Swedia Carl Von Line (1707-1778) yang kemudian melatinkan namanya menjadi Carl Von Linnaeus membuat suatu hukum yang dikenal dengan LAW OF PRIORITY, 1958 yang pada pokoknya menyebutkan bahwa nama yang telah dipergunakan pada suatu individu tidak dipergunakan untuk individu yang lain.
              Nama kehidupan pada tingkat genus terdiri dari satu kata sedangkan tingkat spesies terdiri dari dua kata, tingkat subspesies terdiri dari tiga kata. Nama-nama kehidupan selalu diikuti oleh nama orang yang menemukannya. Contoh penamaan fosil sebagai berikut:
v  Globorotalia menardi exilis ( Blow ), 1998
Arti dari penamaan adalah fosil hingga subspesies diketemukan oleh BLOW pada tahun 1969.
v  Globorotalia ruber elogatus (D Orbigny), 1826
       Arti dari n. sp adalah spesies baru.
v  Pleurotoma carinata GRAY, Var Woodwardi MARTIN
Arti dari penamaan adalah GRAY memberikan nama spesies sedangkan MARTIN memberikan nama varietas.
v  Globorotalia acostaensis pseudopima n sbsp BLOW, 1969
Arti dari n.sbsp adalah subspesies.
v   Dentalium (s.str) ruteni MARTIN
Arti dari penamaan adalah fosil tersebut sinonim dengan dentalium rutteni yang diketemukan MARTIN.
v  Globorotalia of tumda
Arti dari penamaan ini adalah penemu tidak yakin apakah bentuk tersebut betul Globorotalia tumida tetapi dapat dibandingkan dengan spesies ini.
v  Spaeroidinella aff dehiscens
Arti dari penamaan tersebut adalah fosil ini berdekatan (berfamily) dengan sphaeroidinella dehiscens. (aff = affiliation).
v  Ammobaculites spp
Artinya mempunyai bermacam-macam spesies
v  Recurvoides sp
Artinya spesies (nama spesies belum dijelaskan)

1.4. Maksud & Tujuan
1.4.1. Maksud
     Maksud dari praktikum paleontologi mikro ini untuk melatih mahasiswa agar lebih mendalami materi yang telah disampaikan dalam perkuliahan. Selain itu dari dilaksanakannya praktikum ini mahasiswa akan terlatih dalam menganalisa fosil dan juga untuk melatih mahasiswa dalam bekerjasama dengan anggota kelompoknya. Secara umum maksud pembuatan laporan ini adalah untuk menjelaskan apa itu Paleontologi, disertai dengan deskripsi fosil menurut struktur dan tekstur batuan tersebut  berdasarkan jenis fosil.
Selain itu untuk memberikan pengetahuan bagi kita khususnya sebagai mahasiswa teknik geologi tentang berbagai jenis fosil di muka bumi ini, berdasarkan ilmu paleontologi tersebut, serta struktur dan tekstur yang dimiliki oleh fosil tersebut, sehingga kita dengan mudah dapat mengenali jenis fosil di lapangan nantinya.




1.4.2. Tujuan
              Adapun tujuan dari praktikum paleontologi mikro ini adalah sebagai berikut ;
ü Mendeterminasi suatu fosil berdasarkan sifat fisik dan komponen penyusunnya.
ü Menentukan jenis serta nama fosil berdasarkan sifat fisik dan komponen penyusunnya

1.5. Pengertian Mikropaleontologi
Paleontologi berasal dari kata paleo yang artinya masa lampau, onto yang artinya kehidupan dan logos yang artinya adalah ilmu. Jadi secara umum paleontologi berarti ilmu yang mempelajari tentang masa lampau. Paleontologi adalah mempelajari fosil makhluk untuk mempelajari jejak kehidupan dan segala sesuatu tentang zaman purba.Paleontologi dapat diartikan ilmu mengenai fosil sebab jejak kehidupan zaman purba terekam dalam fosil. Sebagai satu cabang ilmu yang memiliki ruang lingkup kajian yang sangat luas, paleontologi tidak dapat berdiri sendiri dan memiliki kaitan yang sangat erat dengan cabang keilmuan yang lain antara lain adalah :
1.    Zoologi dengan berbagai cabang keilmuannya seperti mammalogi dan primatologi membantu dalam menganalisis fosil hewan yang ditemukan,sangat berkaitan dengan paleozoologi.
2.    Morfologi dibutuhkan sejak proses preparasi / perbaikan fosil yang ditemukan dan rekonstruksi fosil sampai ke tingkat individu.
3.    Fisiologi dan Biokimia, ilmu ini penting untuk analisa nutrisi yang dimanfaatkan oleh manusia dan makhluk hidup zaman purba (paleonutrisi), proses dan siklus reproduksi,jarak imunologis serta identifikasi biokimiawi.
4.    Arkeologimerupakan ilmu yang mempelajari kebudayaan ( manusia ) pada masa lampau melalui kajian sistematis atas data bendawi yang ditemukan. Peninggalan arkeologis ini sering disebut artefak yaitu alat yang dipakai manusia untuk mengeksploitasi lingkungan. Ilmu ini sangat berkaitan dengan paleontologi karena bermanfaat untuk mempelajari kebudayaan dan mengenali alat yang dipakai oleh manusia purba.
5.    Geologi, ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang lapisan pembentuk bumi, proses pembentukannya yang menjadi acuan penentuan umur relatif suatu fosil atau artefak peninggalan manusia purba. Penentuan umur relatif berdasar skala waktu geologis dengan urutan sejarah yang konsisten dan terdiri dari empat zaman yaitu Prakambrium, Paleozoikum, Mesozoikum dan Senozoikum.
6.    Radiologi, ilmu ini berguna dalam metode penentuan umur radiometrik yang dipakai untuk menentukan umur batuan dan fosil dalam skala waktu absolut / sebenarnya. Metode ini berdasarkan kandungan isotop suatu unsur dalam fosil yang terkumpul saat organisme masih hidup.
Fosil adalah sisa kehidupan purba yang terawetkan secara alamiah dan terekam pada bahan-bahan dari kerak bumi.sisa kehidupan tersebut dapat berupa cangkang binatang,jejak atau cetakan yang mengalami pembentukan atau penggantian oleh mineral. Catatan fosil ( fossil record ) adalah susunan teratur di mana fosil mengendap dalam lapisan  / strata,pada batuan sedimen yang menandai berlalunya waktu geologis.Semakin atas letak strata tempat fosil ditemukan,semakin muda usia fosil tersebut. Fosil dapat digunakan sebagai fosil indeks sebagai penunjuk suatu zaman, masa ataupum kala. Fosil Pelecypodadapat juga dijadikan penentuan lingkungan pengendapannya.Selain itu dengan mempelajari fosil, kita juga dapat mengetahui kesamaan lapisan struktur batuan di suatu daerah, menentukan umur relatif  dari lapisan tersebut dan masih banyak lagi manfaatnya.

1.6. Cara Hidup Mikrofosil
            Cara hidup mikrofosil dapat dibedakan dalam dua golongan besar, yaitu sebagai berikut :
1.    Pellagic.
            Pellagic yaitu cara hidup organisme dengan mengambangkan diri atau mengapung. Cara pellagic ini meliputi:
a.    Nektonik, yaitu organisme yang hidupnya mengambang sehingga dapat
bergerak bebas atau bergerak secara aktif.
b.    Planktonik, yaitu organisme yang hidupnya mengambangkan diri dan bergerak bergantung pada arah arus atau bergerak secara pasif.
2. Benthonik.
     Benthonik merupakan cara hidup organisme yang berada pada dasar laut.
Berdasarkan cara hidupnya maka benthonik dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a.    Sessile yaitu organisme yang hidupnya di dasar laut dengan cara menambatkan diri terhadap benda-benda disekitarnya.
b.    Vagille yaitu organisme yang hidupnya di dasar laut dengan cara merayap.

1.7. Kegunaan Mikrofosil Dalam Ilmu Geologi Serta Dunia Industri
Mikrofosil sering dipakai untuk memecahkan masalah geologi terutama bagi perusahan – perusahan minyak walaupun akhir – akhir ini peranannya sedikit tergeser oleh teknologi yang lebih maju yaitu dengan ditemukannya fosil nannoplankton yang ukurannya fantastik kecil ( 3 – 40 mikron ). Karena itu dalam pengamatan diperlukan mikroskop dengan perbesaran minimum 5000 kali bahkan sampai 20000 kali.
Kegunaan Mikrofosil Dalam Ilmu Geologi Serta Dunia Industri antara lain adalah Untuk penentuan umur batuan yang mengandung fosil foraminifera tersebut, Membantu dalam studi lingkungan pengendapan atau fasies, Korelasi stratigrafi dari suatu daerah dengan daerah lain, baik korelasi permukaan atau korelasi bawah permukaan, Membantu menentukan batas – batas suatu transgresi dan regresi, misalnya dengan menggunakan foraminifera benthos Rotalia beccarii ( fosil penciri daerah transgresi ), Gyroidina soldanii ( fosil penciri bathial atas) dan lain – lain, dan Bahan penyusun Biostratigrafi.
            Selain dapat menentukan daerah prospek minyak, mikrofosil juga digunakan dalam menentukan kondisi geologi suatu daerah serta dapat menentukan umur batuan. Dan dengan ilmu ini kita juga dapat menentukan sejarah geologi, menentukan umur dari pada batuan dan lingkungan pengendapannya. Mirofosil juga dapat dipakai sebagai penentu lingkungan pengendapan karena golongan ini hidupnya sangat peka terhadap lingkungan, sehingga hanya hidup pada lingkungan dan kedalaman tertentu. Selain itu karena benthonik hidup di dasar laut baik menambat ataupun merayap. Berdasarkan hal tersebut diatas maka beberapa ahli mengelompokkan suatu komuniti yang hidup sesuai dengan lingkungan hidupnya jika dihubungkan dengan faktor kedalaman yang dikenal dengan nama zona bathymetri. Penelitian tentang fosil foraminifera mempunyai beberapa penerapan yang terus berkembang sejalan dengan perkembangan mikropaleontologi dan geologi. Fosil foraminifera bermanfaat dalam biostratigrafi, paleoekologi, paleobiogeografi, dan eksplorasi minyak dan gas bumi.
a. Biostratigrafi
Foraminifera memberikan data umur relatif batuan sedimen laut. Ada beberapa alasan bahwa fosil foraminifera adalah mikrofosil yang sangat berharga khususnya untuk menentukan umur relatif lapisan-lapisan batuan sedimen laut. Data penelitian menunjukkan foraminifera ada di bumi sejak jaman Kambrium, lebih dari 500 juta tahun yang lalu. Foraminifera mengalami perkembangan secara terus-menerus, dengan demikian spesies yang berbeda diketemukan pada waktu (umur) yang berbeda-beda. Foraminifera mempunyai populasi yang melimpah dan penyebaran horizontal yang luas, sehingga diketemukan di semua lingkungan laut. Alasan terakhir, karena ukuran fosil foraminifera yang kecil dan pengumpulan atau cara mendapatkannya relatif mudah meskipun dari sumur minyak yang dalam.
b. Paleoekologi dan Paleobiogeografi
Foraminifera memberikan data tentang lingkungan masa lampau (skala Geologi). Karena spesies foraminifera yang berbeda diketemukan di lingkungan yang berbeda pula, seorang ahli paleontologi dapat menggunakan fosil foraminifera untuk menentukan lingkungan masa lampau tempat foraminifera tersebut hidup. Data foraminifera telah dimanfaatkan untuk memetakan posisi daerah tropik di masa lampau, menentukan letak garis pantai masa lampau, dan perubahan perubahan suhu global yang terjadi selama jaman es. Sebuah percontohan kumpulan fosil foraminifera mengandung banyak spesies yang masih hidup sampai sekarang, maka pola penyebaran modern dari spesies-spesies tersebut dapat digunakan untuk menduga lingkungan masa lampau - di tempat kumpulan fosil foraminifera diperoleh - ketika fosil foraminifera tersebut masih hidup. Jika sebuah perconto mengandung kumpulan fosil foraminifera yang semuanya atau sebagian besar sudah punah, masih ada beberapa petunjuk yang dapat digunakan untuk menduga lingkungan masa lampau. Petunjuk tersebut adalah keragaman spesies, jumlah relatif dari spesies plangtonik dan bentonik (prosentase foraminifera plangtonik dari total kumpulan foraminifera plangtonik dan bentonik), rasio dari tipe-tipe cangkang (rasio Rotaliidae, Miliolidae, dan Textulariidae), dan aspek kimia material penyusun cangkang. Aspek kimia cangkang fosil foraminifera sangat bermanfaat karena mencerminkan sifat kimia perairan tempat foraminifera ketika tumbuh. Sebagai contoh, perban-dingan isotop oksigen stabil tergantung dari suhu air. Sebab air bersuhu lebih tinggi cenderung untuk menguapkan lebih banyak isotop yang lebih ringan. Pengukuran isotop oksigen stabil pada cangkang foraminifera plangtonik dan bentonik yang berasal dari ratusan batuan teras inti dasar laut di seluruh dunia telah dimanfaatkan untuk meme-takan permukaan dan suhu dasar perairan masa lampau. Data tersebut sebagai dasar pemahaman bagaimana iklim dan arus laut telah berubah di masa lampau dan untuk memperkirakan perubahan-perubahan di masa yang akan datang (keakurasiannya belum teruji).
c. Eksplorasi Minyak
Foraminifera dimanfaatkan untuk menemukan minyak bumi. Banyak spesies foraminifera dalam skala biostratigrafi mempunyai kisaran hidup yang pendek. Dan banyak pula spesies foraminifera yang diketemukan hanya pada lingkungan yang spesifik atau ter-tentu. Oleh karena itu, seorang ahli paleontologi dapat meneliti sekeping kecil perconto batuan yang diperoleh selama pengeboron sumur minyak dan selanjutnya menentukan umur geologi dan lingkungan saat batuan tersebut terben-uk. Sejak 1920-an industri perminyakan memanfaatkan jasa penelitian mikropaleontologi dari seorang ahli mikrofosil. Kontrol stratigrafi dengan menggunakan fosil foraminifera memberikan sumbangan yang berharga dalam mengarahkan suatu pengeboran ke arah samping pada horison yang mengandung minyak bumi guna meningkatkan produktifikas minyak.